Sri Mulyani Klarifikasi Video Guru Beban Negara: “Itu Hoaks!”

Sri Mulyani Klarifikasi Video Guru Beban Negara: “Itu Hoaks!”
Jakarta, 20 Agustus 2025 — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa video yang tengah viral di media sosial, yang menampilkan dirinya menyatakan “guru adalah beban negara,” adalah hoaks. Video tersebut ternyata merupakan rekayasa teknologi deepfake dan potongan pidato yang tidak utuh dari Sri Mulyani. Dalam pidato aslinya, ia sama sekali tidak menyebutkan kata-kata tersebut.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Deni Surjantoro, menegaskan bahwa video viral itu sama sekali tidak mencerminkan pernyataan resmi Menteri Keuangan. Menurut Deni, video tersebut adalah hasil manipulasi digital yang dibuat dengan teknologi deepfake, yang memungkinkan wajah dan suara seseorang diedit sedemikian rupa agar tampak mengatakan sesuatu yang tidak pernah diucapkan. “Video itu menyesatkan dan bisa menimbulkan persepsi negatif terhadap beliau, apalagi berkaitan dengan profesi guru yang sangat mulia,” ujar Deni.
Kronologi Viral Video
Video yang menimbulkan kontroversi ini pertama kali diunggah oleh akun TikTok bernama @sais****** pada 18 Agustus 2025. Dalam video singkat itu, terdengar suara yang terdengar seperti Sri Mulyani menyebut guru sebagai beban negara. Tidak butuh waktu lama, video tersebut menyebar luas ke platform media sosial lainnya, termasuk Instagram dan Twitter, dan memicu komentar negatif dari warganet. Banyak pengguna media sosial yang merasa kecewa dan marah atas pernyataan yang mereka anggap merendahkan profesi guru.
Tak sedikit netizen yang menyebut video tersebut tidak pantas dan merugikan citra pemerintah. Beberapa pihak bahkan mempertanyakan integritas Sri Mulyani dan Kemenkeu, sebelum kebenaran mengenai video tersebut terungkap.
Klarifikasi Sri Mulyani
Menanggapi viralnya video tersebut, Sri Mulyani memberikan klarifikasi melalui akun resmi Instagramnya. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menyatakan kata-kata tersebut. Ia menjelaskan bahwa video yang beredar adalah hasil rekayasa deepfake dan potongan yang diambil tidak utuh dari pidato resminya pada Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 7 Agustus 2025.
Sri Mulyani menekankan pentingnya masyarakat untuk tidak mudah percaya pada informasi yang tersebar di media sosial tanpa melakukan verifikasi. Ia juga mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam membagikan konten agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang dapat merugikan pihak tertentu. “Mari kita sama-sama bijak menggunakan media sosial. Jangan mudah terprovokasi oleh informasi yang belum jelas kebenarannya,” ujarnya.
Dampak Sosial dan Tanggapan Masyarakat
Klarifikasi ini menimbulkan beragam tanggapan dari masyarakat. Sebagian netizen menyambut baik klarifikasi Sri Mulyani dan mengapresiasi kejelasan yang diberikan. Mereka berharap agar masyarakat lebih kritis dan tidak terburu-buru menilai seseorang berdasarkan konten yang tersebar di media sosial.
Namun, ada juga sebagian warganet yang mengkritik lambatnya respon terhadap viralnya video tersebut. Mereka menyarankan agar pihak berwenang, terutama Kemenkeu dan aparat terkait, lebih proaktif dalam menindak penyebaran hoaks yang dapat merugikan individu atau kelompok tertentu. Kejadian ini sekaligus menjadi pengingat bahwa teknologi deepfake memiliki potensi besar dalam menyebarkan informasi palsu, yang bisa menimbulkan kerugian sosial, politik, bahkan hukum.
Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat Indonesia dalam era digital. Setiap individu dituntut untuk lebih bijak dan kritis dalam menerima dan menyebarkan informasi. Verifikasi fakta dan sumber informasi menjadi langkah yang krusial untuk mencegah penyebaran hoaks yang bisa merugikan pihak lain, baik secara moral, reputasi, maupun hukum.
Kasus ini juga menegaskan pentingnya literasi digital di tengah masyarakat, agar warganet dapat mengenali konten yang manipulatif, termasuk video deepfake. Tidak hanya individu, institusi pendidikan, media, dan pemerintah diharapkan ikut serta dalam menyebarkan edukasi mengenai bahaya konten palsu dan cara mendeteksinya.