KPK Sita Puluhan Aset Milik Wamenaker Noel dalam OTT Sertifikasi K3

KPK Sita Puluhan Aset Milik Wamenaker Noel dalam OTT Sertifikasi K3
Jakarta, Agustus 2025 — Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan, atau yang akrab disapa Noel, terus menjadi sorotan publik. Tak hanya penangkapan yang mengejutkan, lembaga antirasuah juga berhasil menyita puluhan kendaraan mewah, termasuk mobil berbagai jenis dan motor besar Ducati, yang diduga berkaitan dengan praktik korupsi dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, dalam keterangan pers menegaskan bahwa penyitaan aset tersebut merupakan bagian dari upaya pengumpulan bukti. “Dalam OTT kali ini, selain mengamankan 10 orang termasuk Wamenaker, kami juga menyita puluhan mobil mewah dan beberapa motor Ducati yang diduga terkait dengan aliran dana hasil pemerasan,” ujar Fitroh.
Publik semakin terkejut ketika membandingkan jumlah kendaraan yang disita dengan laporan kekayaan Immanuel Ebenezer dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per Desember 2024. Menurut laporan itu, Noel melaporkan total kekayaan senilai Rp17,6 miliar. Kekayaan tersebut terdiri dari:
- Tanah dan bangunan di Depok serta Bogor dengan nilai sekitar Rp12,145 miliar
- Lima unit kendaraan bermotor dengan total nilai Rp3,336 miliar
- Kas dan setara kas senilai Rp2,029 miliar
- Harta bergerak lainnya sebesar Rp109,5 juta
Jumlah kendaraan yang tercatat hanya lima unit, sangat berbeda dengan puluhan mobil dan motor besar yang kini diamankan KPK. Perbedaan mencolok inilah yang kemudian menimbulkan tanda tanya besar: apakah seluruh aset yang disita memang milik pribadi Wamenaker, atau ada pihak lain yang menitipkan?
Kasus yang menjerat Noel bermula dari dugaan pemerasan terhadap sejumlah perusahaan yang tengah mengurus sertifikasi K3. Dalam praktiknya, proses sertifikasi yang seharusnya menjadi bentuk perlindungan keselamatan pekerja justru diduga dijadikan ladang keuntungan pribadi oleh oknum pejabat. Beberapa perusahaan disebut harus menyetor sejumlah uang agar proses sertifikasi berjalan mulus.
Praktik semacam ini bukan hal baru. Sebelumnya, pejabat Dinas Tenaga Kerja di beberapa daerah juga pernah terjerat kasus serupa. Polanya mirip: memanfaatkan kewenangan administratif untuk menekan pihak swasta demi memperoleh keuntungan pribadi.
Kabar penangkapan Noel segera mendapat respons dari Istana. Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyebut Presiden Prabowo Subianto telah menerima laporan lengkap dari KPK. Menurutnya, Presiden menekankan bahwa jajaran kabinet harus benar-benar menjaga integritas dan menjauhkan diri dari praktik korupsi. “Bapak Presiden sangat menyesalkan peristiwa ini. Beliau menegaskan agar seluruh pejabat negara menjunjung tinggi prinsip transparansi dan tanggung jawab publik,” ujar Prasetyo.
Meski belum diputuskan, kemungkinan besar posisi Wamenaker akan segera diisi pejabat baru agar roda kementerian tetap berjalan normal.
Kasus Noel menambah daftar panjang OTT KPK di tahun 2025. Sebelumnya, KPK telah menangkap pejabat DPRD, kepala dinas, hingga pejabat kementerian lain dalam kasus serupa. Fenomena ini menunjukkan masih kuatnya budaya suap dan pemerasan dalam birokrasi.
Di mata publik, kasus ini juga menjadi ujian bagi KPK. Setelah sempat diragukan efektivitasnya beberapa tahun terakhir, keberhasilan menyita aset bernilai fantastis menjadi bukti bahwa lembaga tersebut masih bisa bergerak tegas.
Kasus Noel membawa pelajaran penting bahwa transparansi kekayaan pejabat publik harus benar-benar diawasi. Laporan LHKPN yang berbeda jauh dengan kondisi riil di lapangan mengindikasikan adanya potensi manipulasi atau penyembunyian aset.
Masyarakat pun berharap KPK dapat mengusut kasus ini secara tuntas, termasuk menelusuri asal-usul kendaraan mewah yang disita. Apakah seluruhnya milik pribadi, hasil tindak pidana, atau merupakan aset pinjaman yang digunakan untuk menyamarkan kekayaan.
Pada akhirnya, penegakan hukum tidak hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah. Kasus ini diharapkan menjadi momentum bagi pejabat negara lain untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan jabatan, serta menjadikan integritas sebagai modal utama dalam mengabdi kepada rakyat.