Indonesia Didera Cuaca Panas Ekstrem, Suhu Tembus 36 Derajat Celsius

Indonesia Didera Cuaca Panas Ekstrem, Suhu Tembus 36 Derajat Celsius
Nasional | Berita Adikara — Indonesia kembali dilanda cuaca panas ekstrem dalam beberapa pekan terakhir. Suhu udara di sejumlah wilayah, terutama di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, tercatat melonjak hingga mencapai 36 derajat Celsius. Fenomena ini membuat masyarakat merasa gerah luar biasa, bahkan di beberapa daerah aktivitas luar ruangan menjadi sangat terbatas akibat teriknya matahari yang begitu menyengat.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa kondisi panas yang terjadi bukan merupakan gelombang panas seperti yang kerap melanda wilayah subtropis. Fenomena ini lebih disebabkan oleh pergeseran posisi semu matahari yang kini berada di sekitar garis khatulistiwa menuju ke selatan Bumi. Pergeseran tersebut menyebabkan penurunan pembentukan awan hujan di sebagian besar wilayah Indonesia, sehingga sinar matahari menembus langsung ke permukaan tanpa penghalang.
Menurut Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, kondisi langit yang cerah tanpa awan inilah yang menjadi pemicu utama meningkatnya suhu udara. “Ketika awan tidak banyak terbentuk, radiasi sinar matahari akan lebih mudah sampai ke permukaan bumi. Hal itu membuat suhu udara naik cukup signifikan,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Sementara itu, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menambahkan bahwa fenomena panas terik ini merupakan bagian dari siklus tahunan yang biasa terjadi menjelang musim hujan. “Saat ini Indonesia sedang berada dalam masa pancaroba, yaitu peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan. Pada masa inilah biasanya cuaca terasa sangat panas pada siang hari, namun berpotensi hujan pada sore atau malam,” jelasnya.
Sejumlah kota besar di Indonesia mengalami lonjakan suhu yang cukup ekstrem. Di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, suhu siang hari dilaporkan mencapai 36 derajat Celsius, menjadikannya salah satu daerah dengan suhu tertinggi di Indonesia. Sementara di Jakarta, suhu berkisar antara 34 hingga 35 derajat Celsius, cukup untuk membuat permukaan jalan dan dinding bangunan terasa membara.
Kondisi serupa juga dialami oleh masyarakat di Semarang, Sragen, dan Grobogan di Jawa Tengah, yang mencatat suhu antara 34 hingga 35 derajat Celsius. Adapun wilayah Bali dan Nusa Tenggara turut melaporkan cuaca yang sangat terik, bahkan di beberapa lokasi suhu malam hari tidak turun secara signifikan, membuat udara tetap panas meski setelah matahari terbenam.
Cuaca panas yang berlangsung hampir sepanjang hari membuat warga mengeluh sulit beraktivitas di luar ruangan. Para pekerja lapangan seperti pengemudi ojek, pedagang kaki lima, hingga buruh bangunan mengaku harus menyesuaikan jam kerja agar tidak terlalu lama berada di bawah paparan sinar matahari. Di beberapa daerah, sejumlah warga juga dilaporkan mengalami dehidrasi ringan dan kelelahan panas akibat kurangnya cairan tubuh.
BMKG menjelaskan bahwa fenomena panas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor meteorologis. Selain pergeseran posisi matahari, minimnya kelembapan udara juga menjadi penyebab utama suhu terasa lebih menyengat. Dengan tingkat kelembapan yang rendah, tubuh manusia kehilangan kemampuan menyesuaikan suhu, sehingga udara terasa lebih kering dan panas.
Selain itu, angin yang relatif tenang di beberapa wilayah membuat proses penyerapan panas oleh permukaan tanah menjadi lebih efektif. Dalam kondisi seperti ini, permukaan jalan beraspal, atap rumah, dan bangunan beton dapat memantulkan kembali panas ke udara, sehingga suhu di perkotaan meningkat dua hingga tiga derajat dibandingkan wilayah pedesaan.
Namun, BMKG menegaskan bahwa fenomena ini bersifat sementara. Diperkirakan, suhu ekstrem akan mulai menurun secara bertahap pada akhir Oktober hingga awal November 2025, seiring dengan meningkatnya tutupan awan dan turunnya hujan di beberapa wilayah.
Menanggapi kondisi tersebut, BMKG mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak panas ekstrem, khususnya bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit kronis.
Beberapa langkah sederhana dianjurkan untuk mengurangi risiko kesehatan akibat panas berlebih, antara lain:
- Hindari paparan sinar matahari langsung terutama antara pukul 10.00 hingga 16.00 WIB.
- Gunakan pelindung diri seperti topi, payung, pakaian berwarna terang, serta tabir surya ketika beraktivitas di luar ruangan.
- Perbanyak konsumsi air putih untuk menjaga hidrasi tubuh dan mencegah dehidrasi.
- Kurangi aktivitas berat di luar ruangan saat suhu sedang tinggi.
- Pantau informasi cuaca melalui kanal resmi BMKG agar dapat menyesuaikan jadwal kegiatan harian.
Selain itu, masyarakat diharapkan turut menjaga lingkungan agar tetap hijau. Penanaman pohon dan penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dapat membantu menurunkan suhu udara dan mengurangi efek panas ekstrem di masa mendatang.
Walau cuaca panas masih dirasakan di banyak daerah, BMKG memastikan bahwa tanda-tanda awal musim hujan mulai muncul di beberapa wilayah seperti Sumatera bagian selatan, Jawa Barat, dan sebagian Kalimantan. Curah hujan diperkirakan akan meningkat dalam dua hingga tiga pekan ke depan, memberikan harapan akan berakhirnya cuaca terik yang selama ini membuat masyarakat kepanasan.
Bagi sebagian warga, datangnya hujan bukan sekadar perubahan cuaca, melainkan pertanda kelegaan setelah berminggu-minggu berhadapan dengan suhu tinggi dan udara kering. Namun, BMKG juga mengingatkan agar masyarakat tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem lainnya, seperti angin kencang dan hujan lebat di awal musim hujan.
Cuaca panas yang melanda Indonesia saat ini adalah pengingat bahwa perubahan iklim dan dinamika cuaca lokal saling memengaruhi kehidupan sehari-hari. Meski fenomena ini bersifat musiman, dampaknya nyata terasa pada kesehatan, produktivitas, dan kenyamanan hidup masyarakat. Oleh karena itu, kewaspadaan dan kesiapsiagaan tetap menjadi kunci utama menghadapi fenomena alam yang semakin tidak menentu.