Kematian Mahasiswa Unud Picu Sorotan Publik Terkait Dugaan Perundungan dan Krisis Empati

Timothy Anugerah Saputra
DENPASAR | BERITA ADIKARA – Kasus kematian mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Udayana (Unud), Timothy Anugerah Saputra, pada Rabu (15/10/2025), kini menjadi sorotan publik. Peristiwa yang diduga kuat sebagai tindakan bunuh diri, di mana korban dilaporkan melompat dari lantai dua gedung fakultas, telah memicu diskursus serius mengenai dugaan perundungan (bullying) di lingkungan akademik.
Perhatian publik terfokus pada dugaan bahwa Timothy, yang berasal dari Bandung, merupakan korban perundungan oleh sesama mahasiswa. Dugaan ini diperparah dengan beredarnya tangkapan layar percakapan grup WhatsApp yang menunjukkan respons nirempati dari mahasiswa Unud lainnya pasca-kejadian.
Percakapan tersebut berisi komentar-komentar tidak pantas yang meremehkan tragedi tersebut. “Nanggung banget kok bunuh diri dari lantai 2 yak,” tulis salah satu anggota grup. Selain itu, terdapat pula diskusi tidak sensitif mengenai mahalnya biaya peti jenazah dan kargo pengiriman jenazah ke kota asalnya.
Menanggapi hal ini, pihak Universitas Udayana, melalui keterangan resmi pada Jumat (17/10/2025), telah membenarkan keaslian tangkapan layar dan status pelakunya sebagai mahasiswa Unud.
Namun, universitas memberikan dua klarifikasi utama. Pertama, percakapan tersebut dipastikan terjadi setelah almarhum meninggal dunia. Kedua, universitas menegaskan bahwa ucapan nirempati itu “tidak berkaitan atau menjadi penyebab” tindakan bunuh diri almarhum.
Meskipun menyangkal adanya korelasi langsung, pihak kampus menyatakan telah menugaskan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) Universitas Udayana. Satgas ini ditugaskan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap para mahasiswa yang terlibat dalam percakapan tidak etis tersebut.
Pernyataan universitas yang memisahkan antara komentar nirempati dan tragedi inti tersebut kini menjadi bahan evaluasi publik, yang menuntut penanganan serius tidak hanya terhadap insiden percakapan, tetapi juga terhadap akar masalah dugaan kultur perundungan di dalam kampus.