Malapraktik Operasi Hidung Di Klinik Kecantikan Jakarta Timur, Tiga Perempuan Lapor ke Polisi

Jakarta — Tiga orang perempuan, masing-masing berinisial NH (31), NHC (27), dan UN (29), resmi melaporkan sebuah klinik kecantikan berinisial DBC yang berada di kawasan Jakarta Timur ke Polda Metro Jaya. Mereka mengaku menjadi korban dugaan malapraktik medis usai menjalani operasi rhinoplasty (operasi hidung) yang berujung pada komplikasi serius dan hasil yang mengecewakan.
Dalam laporan tersebut, turut dilaporkan pula seorang dokter berinisial SFT dan seorang marketing berinisial RP atau B, yang diduga memiliki peran aktif dalam proses tindakan dan pemasaran klinik kepada para pasien.
Menurut kuasa hukum para korban, Andreas Hari Susanto Marbun, ketiganya mengalami dampak kesehatan serius pascaoperasi, seperti infeksi, pendarahan berkepanjangan, bentuk hidung tidak simetris, benjolan bernanah, hingga luka yang tidak sembuh dalam waktu wajar. Salah satu korban bahkan mengalami pendarahan selama tujuh hari, namun hanya diberi penjelasan dari pihak klinik bahwa hal tersebut adalah “reaksi normal”.
Para korban juga mengaku telah menjalani dua kali operasi koreksi, namun hasilnya tetap tidak memuaskan dan menyisakan dampak fisik maupun mental. Setelah berkonsultasi ke dokter spesialis independen, diketahui adanya kesalahan teknis dalam prosedur jahitan, serta dugaan bahwa tindakan dilakukan oleh tenaga medis yang tidak kompeten.
“Para klien kami mengalami trauma, rasa sakit, hingga kerugian finansial. Ini bukan sekadar kegagalan kosmetik, tapi pelanggaran serius terhadap hak kesehatan mereka,” ujar Andreas
Pihak kepolisian kini tengah mendalami laporan tersebut, termasuk menelusuri legalitas operasional klinik DBC, izin praktik dokter SFT, serta peran marketing RP/B. Dugaan sementara mengarah pada kemungkinan bahwa klinik tersebut tidak memenuhi standar medis yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan setempat.
Pihak kepolisian juga menyatakan akan menggandeng ahli medis independen untuk menilai apakah prosedur yang dilakukan termasuk dalam kategori malapraktik atau hanya sekadar ketidaksesuaian estetika.
Kasus ini menjadi pengingat serius atas meningkatnya jumlah klinik kecantikan yang menawarkan layanan estetika tanpa pengawasan memadai, sering kali dengan promosi agresif di media sosial dan harga yang jauh di bawah standar. Banyak masyarakat tergiur oleh iming-iming “cantik instan”, tanpa mengetahui latar belakang tenaga medis yang menangani mereka.
Padahal, menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Indonesia (PERAPI), tindakan seperti rhinoplasty merupakan prosedur invasif yang wajib dilakukan oleh dokter bedah plastik atau spesialis THT berlisensi, serta di fasilitas kesehatan resmi.
Hak pasien dalam praktik medis estetika merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang etis dan bermartabat. Kasus dugaan malapraktik di Klinik Kecantikan DBC menunjukkan indikasi serius terlanggarnya hak-hak pasien, khususnya terkait informasi, keselamatan, dan ganti rugi.
Sesuai dengan Pasal 8 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasien berhak untuk:
Menerima informasi medis yang lengkap dan jujur, termasuk diagnosis, prosedur, risiko, efek samping, dan alternatif tindakan, Mendapatkan informasi yang disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami,Mengetahui identitas dan kualifikasi dokter yang menangani.
Korban berhak menuntut ganti rugi atas kerugian fisik, psikologis, dan finansial. Klinik sebagai penyedia layanan medis tidak dapat melepaskan tanggung jawab hukum, baik perdata, pidana, administratif, maupun etis, apabila terbukti melakukan kelalaian atau pelanggaran standar pelayanan medis.
Ketiga korban berharap agar laporan ini tidak hanya berhenti di meja penyidikan, tetapi juga mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap regulasi klinik kecantikan, sekaligus memperkuat perlindungan hukum bagi konsumen. Mereka juga berharap agar masyarakat lebih selektif dalam memilih layanan medis estetika, dan tidak mudah percaya pada iklan yang menyesatkan.