Pemerintah Siapkan Regulasi Baru Haji 2026: Fokus pada Efisiensi, Transparansi, dan Kesehatan Jamaah

0
202
https://beritaadikara.com/pemerintah-siapkan-regulasi-baru-haji-2026-fokus-pada-efisiensi-transparansi-dan-kesehatan-jamaah/

Jakarta | Berita Adikara — Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) bersama Komisi VIII DPR RI mulai mempersiapkan berbagai kebijakan baru untuk pelaksanaan ibadah haji tahun 2026 atau 1447 Hijriah. Persiapan yang dilakukan jauh sebelum musim keberangkatan ini merupakan upaya pemerintah memperbaiki sejumlah aspek penting dalam penyelenggaraan haji, termasuk efisiensi layanan, transparansi biaya, serta peningkatan kualitas kesehatan jamaah.

Persiapan dini tersebut dilakukan menyusul evaluasi terhadap penyelenggaraan haji 2025, yang masih menyisakan berbagai catatan. Mulai dari persoalan antrean panjang, manajemen fasilitas di Tanah Suci, hingga kondisi kesehatan jamaah yang sebagian besar berusia lanjut dan memiliki penyakit penyerta. Pemerintah menilai, tanpa langkah perbaikan yang komprehensif, kualitas pelayanan bagi calon tamu Allah akan sulit ditingkatkan.

Salah satu poin krusial dalam regulasi baru ini adalah rencana pembatasan jumlah syarikah atau perusahaan penyedia layanan haji di Arab Saudi. Bila sebelumnya Indonesia menggunakan empat hingga lima perusahaan mitra, mulai tahun 2026 pemerintah akan menunjuk maksimal dua syarikah saja.

Kepala Badan Penyelenggara Haji Indonesia (BP Haji) menjelaskan, keputusan ini diambil untuk menekan potensi tumpang tindih tanggung jawab, mempermudah koordinasi, serta memastikan kualitas layanan lebih terkontrol. “Dengan jumlah syarikah yang lebih sedikit, pemerintah dapat lebih fokus melakukan pengawasan dan negosiasi kontrak jangka panjang yang menguntungkan jamaah,” ujarnya.

Sistem kontrak multi-tahun ini juga menjadi inovasi baru dalam regulasi 2026. Kontrak yang sebelumnya dilakukan setiap tahun kini akan diperpanjang dalam periode beberapa tahun untuk menjaga stabilitas harga dan mengurangi risiko praktik koruptif seperti pungutan liar atau mark-up biaya.

Perubahan lain yang cukup signifikan adalah kebijakan penggunaan uang muka Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk pembayaran lebih awal fasilitas di area Masyair — yaitu Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Kebijakan ini telah disetujui oleh DPR RI dalam rapat bersama Kemenag sebagai strategi untuk memastikan Indonesia mendapatkan lokasi strategis dan pelayanan optimal bagi jamaahnya.

Langkah ini dinilai penting karena pada musim haji sebelumnya, keterlambatan pembayaran sering menyebabkan Indonesia kehilangan lokasi tenda yang lebih nyaman dan dekat dengan fasilitas umum. “Pembayaran dini dengan sistem uang muka bukan bentuk pemborosan, melainkan upaya manajemen risiko agar jamaah kita tidak dirugikan,” kata Ketua Komisi VIII DPR RI.

Selain persoalan layanan dan pembiayaan, pemerintah juga memberi perhatian besar pada aspek kesehatan jamaah. Berdasarkan data Kemenko PMK, sekitar 80 persen jamaah haji Indonesia tahun 2025 memiliki komorbid seperti hipertensi, diabetes, atau gangguan jantung. Kondisi ini membuat banyak jamaah membutuhkan pendampingan medis intensif di Tanah Suci.

Untuk mengatasi hal tersebut, Kemenag berencana memperketat proses istithaah kesehatan (penentuan kelayakan fisik calon jamaah). Proses pemeriksaan akan dimulai lebih awal dan dilakukan secara digital melalui Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan (SISKOHATKES). Regulasi baru juga mendorong kolaborasi antara Kemenkes, BPJS Kesehatan, dan Dinas Kesehatan daerah agar calon jamaah bisa dipantau sejak masa pelunasan biaya.

Selain itu, akan dilakukan peningkatan jumlah tenaga medis Indonesia di Arab Saudi serta penambahan fasilitas klinik di Makkah dan Madinah. Pemerintah menargetkan agar setiap kloter memiliki petugas medis yang siap siaga selama 24 jam penuh.

Sementara itu, pembahasan kuota haji reguler tahun 2026 juga menjadi bagian dari agenda regulasi baru. Pemerintah memastikan pembagian kuota akan tetap adil antarprovinsi dan disesuaikan dengan daftar tunggu. DPR RI menegaskan bahwa proses ini akan dilakukan secara transparan dan berbasis sistem agar tidak ada praktik penyimpangan atau jual beli kuota.

Sedangkan untuk biaya haji, pemerintah berjanji akan melibatkan publik dalam proses perumusan BPIH. Komponen biaya yang dibayarkan jamaah dan nilai manfaat dari dana setoran akan dijelaskan secara terbuka. Dengan begitu, jamaah dapat memahami dengan jelas ke mana setiap rupiah mereka digunakan.

Regulasi baru haji 2026 diharapkan menjadi momentum penting menuju penyelenggaraan ibadah haji yang lebih modern, efisien, dan akuntabel. Dengan perencanaan yang lebih matang, pemerintah optimistis dapat mengurangi berbagai kendala yang kerap muncul setiap musim haji.

Selain peningkatan layanan dan pengawasan, pemerintah juga berkomitmen memperkuat transparansi data, memperluas literasi digital bagi calon jamaah, serta memastikan semua aspek — mulai dari transportasi, akomodasi, hingga konsumsi — berjalan sesuai standar internasional.

Dalam konteks ini, Menteri Agama menegaskan bahwa tujuan utama regulasi haji 2026 bukan sekadar efisiensi birokrasi, melainkan peningkatan kualitas ibadah dan keselamatan jamaah. “Kita ingin memastikan bahwa setiap jamaah berangkat dan pulang dalam keadaan sehat, nyaman, dan dengan pengalaman spiritual yang mendalam,” katanya.

Dengan berbagai terobosan ini, Indonesia berupaya menjadi salah satu negara penyelenggara haji terbaik di dunia, selaras dengan semangat pelayanan prima kepada umat.

Leave a reply