DPRD Pati Batalkan Pemakzulan, Bupati Sudewo Dapat Kesempatan untuk Berbenah

DPRD Pati Batalkan Pemakzulan, Bupati Sudewo Dapat Kesempatan untuk Berbenah
Pati | Berita Adikara — Suasana ruang sidang paripurna DPRD Kabupaten Pati pada Jumat (31/10/2025) terasa tegang dan sarat emosi. Agenda utama hari itu adalah menentukan nasib Bupati Pati, Sudewo, yang sebelumnya dihadapkan pada ancaman pemakzulan melalui mekanisme hak angket. Namun, hasil akhir sidang justru membawa kejutan: DPRD memutuskan untuk tidak melanjutkan proses pemakzulan, dan memilih memberikan kesempatan bagi Sudewo untuk memperbaiki kinerjanya.
Keputusan tersebut disepakati setelah laporan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket dibacakan di hadapan anggota dewan. Dari tujuh fraksi yang hadir, enam di antaranya menolak usulan pemakzulan, sementara hanya satu fraksi—yakni PDI Perjuangan—yang tetap bersikeras agar Sudewo diberhentikan. Dengan komposisi suara itu, keputusan final pun jatuh: Bupati Sudewo tidak dimakzulkan.
Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin, menegaskan bahwa keputusan ini diambil melalui pertimbangan matang dan semangat memperbaiki hubungan kerja antara eksekutif dan legislatif. “DPRD Pati memutuskan untuk memberikan kesempatan kepada Bupati Sudewo agar memperbaiki kinerja pemerintahan. Tindak lanjut dari hasil hak angket ini bukan pemberhentian, tetapi perbaikan,” ujarnya usai sidang.
Proses panjang menuju sidang paripurna ini berawal dari munculnya sejumlah kebijakan Bupati Sudewo yang dinilai kontroversial oleh sebagian anggota dewan dan masyarakat. Beberapa di antaranya terkait penataan proyek pembangunan daerah, kebijakan pajak yang dianggap memberatkan, serta komunikasi publik yang kurang terbuka.
Kritik tersebut kemudian berujung pada pembentukan Pansus Hak Angket oleh DPRD. Pansus melakukan penyelidikan, memanggil sejumlah saksi, hingga menyusun rekomendasi akhir yang menyerahkan keputusan kepada sidang paripurna. Namun, hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar fraksi menilai kesalahan yang terjadi belum cukup kuat untuk dijadikan dasar pemakzulan.
Bupati Pati Sudewo sendiri menyambut keputusan tersebut dengan rasa syukur dan kelegaan. Dalam konferensi pers usai sidang, ia menyatakan bahwa keputusan DPRD merupakan amanah yang akan dijadikan bahan refleksi dan evaluasi mendalam bagi pemerintahannya.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota DPRD Pati atas kepercayaannya. Ini bukan kemenangan pribadi, tetapi kesempatan bagi kami untuk memperbaiki diri. Saya juga mengajak semua pihak, termasuk yang sempat berbeda pandangan, untuk kembali bersatu membangun Pati,” ujar Sudewo dengan nada tegas namun penuh kehati-hatian.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan lengah, serta akan menindaklanjuti semua catatan dan rekomendasi dari Pansus hak angket. “Kritik itu penting. Saya pastikan evaluasi akan dilakukan di setiap bidang agar pelayanan publik semakin baik,” tambahnya.
Menanggapi dinamika politik di Pati, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turut memberikan perhatian. Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menyatakan bahwa Kemendagri menghormati keputusan DPRD Pati sebagai bagian dari mekanisme demokrasi di daerah.
“Pemakzulan adalah langkah konstitusional, tetapi bukan satu-satunya cara memperbaiki pemerintahan. Jika DPRD menilai pembenahan lebih bermanfaat, maka keputusan itu patut dihargai. Namun, tentu kami berharap Bupati Sudewo benar-benar memperbaiki kinerja dan komunikasi publiknya,” tegas Bima Arya dalam keterangannya di Jakarta.
Ia juga mengingatkan agar proses evaluasi dan perbaikan yang dijanjikan benar-benar dijalankan, bukan sekadar menjadi formalitas politik. “Publik menanti bukti, bukan janji,” katanya menambahkan.
Pembatalan pemakzulan ini menjadi babak baru dalam dinamika pemerintahan Kabupaten Pati. Di satu sisi, keputusan tersebut dianggap mencerminkan kedewasaan politik DPRD dalam melihat persoalan secara proporsional. Namun, di sisi lain, banyak kalangan menilai keputusan ini juga menjadi ujian moral bagi Bupati Sudewo untuk menunjukkan komitmen nyata terhadap perbaikan tata kelola pemerintahan.
Sejumlah pengamat politik lokal menilai bahwa keputusan DPRD memberikan “kesempatan kedua” merupakan langkah kompromistis. “Ini bukan sekadar pembatalan pemakzulan, tetapi sinyal bahwa DPRD ingin menyelesaikan masalah secara dialogis. Namun, jika ke depan tak ada perubahan, tekanan politik bisa muncul lagi,” ujar pengamat politik dari Universitas Negeri Semarang.
Meski lolos dari pemakzulan, tantangan besar masih menanti Bupati Sudewo. Ia harus mampu mengembalikan kepercayaan publik, memperbaiki komunikasi dengan DPRD, dan memastikan kebijakan pembangunan benar-benar menyentuh kepentingan masyarakat.
Selain itu, proyek-proyek strategis daerah yang sebelumnya menuai kontroversi harus dievaluasi secara transparan. Pemerintah kabupaten juga diharapkan memperkuat keterlibatan publik dalam perencanaan kebijakan agar tidak menimbulkan kecurigaan baru.
Sidang paripurna DPRD Pati yang berakhir dengan keputusan pembatalan pemakzulan bukanlah akhir dari perjalanan politik Bupati Sudewo, melainkan titik balik yang krusial. Keputusan itu memberi pesan penting bahwa demokrasi daerah tidak hanya soal menjatuhkan kekuasaan, tetapi juga memberi ruang untuk memperbaiki kesalahan.
Kini, masyarakat Pati menaruh harapan besar agar Bupati Sudewo benar-benar memanfaatkan kesempatan ini untuk membangun pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada rakyat. Waktu akan membuktikan apakah keputusan DPRD untuk menahan diri dari pemakzulan adalah langkah bijak — atau sekadar jeda sebelum badai politik berikutnya datang.










