Mahasiswa Aceh Gugat Pemerintah Perihal 4 Pulau yang menjadi wilayah Sumut

0
14

Banda Aceh, Juni 2025 — Suara mahasiswa Aceh kembali menggema di ruang publik, kali ini mengusung satu isu yang membakar semangat kebangsaan: klaim atas empat pulau di perbatasan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara yang disebut-sebut telah secara sepihak dialihkan ke wilayah administrasi Sumut. Dalam rentang waktu beberapa pekan terakhir, aksi protes berlangsung di sejumlah titik di Aceh, didominasi oleh semangat mahasiswa lintas kampus yang menuntut kejelasan, keadilan, dan pengakuan atas kedaulatan wilayah mereka.

Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek—empat nama ini kini menjadi simbol perlawanan mahasiswa Aceh terhadap keputusan pemerintah pusat yang dianggap tidak adil. Berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Nomor 100.2.1.3-3721 Tahun 2024, keempat pulau tersebut kini masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Keputusan tersebut langsung memantik kemarahan publik di Aceh, khususnya di kalangan mahasiswa yang menilai bahwa keputusan itu tidak hanya melanggar aspek hukum dan administratif, tetapi juga mencederai marwah dan identitas Aceh sebagai provinsi yang memiliki kekhususan dalam struktur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Aksi paling menonjol terjadi pada 31 Mei 2025 di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh. Dalam sebuah panggung terbuka bertajuk “Panggung Rakyat”, ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Aceh, termasuk Universitas Syiah Kuala (USK), Universitas Muhammadiyah Aceh, dan Universitas Ubudiyah, menyampaikan tuntutan mereka secara terbuka. Mereka meminta pemerintah pusat membatalkan SK Kemendagri tersebut dan mengembalikan status keempat pulau itu sebagai bagian dari Provinsi Aceh.

Muhammad Arif, Koordinator Wilayah BEM Nusantara Aceh, menegaskan bahwa mahasiswa tidak akan tinggal diam melihat wilayah Aceh “dicaplok” tanpa dasar yang jelas. “Kami tidak akan membiarkan tanah dan laut kami hilang tanpa perlawanan. Ini bukan sekadar tanah, tapi juga martabat Aceh,” ujar Arif penuh semangat.

Di Peusangan, Kabupaten Bireuen, suara serupa disuarakan oleh M. Akbar dari BEM Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Almuslim. Dalam orasinya, ia menyebut bahwa pergeseran batas wilayah ini sangat berkaitan dengan potensi sumber daya alam, khususnya sektor migas yang ada di wilayah laut sekitar pulau tersebut. Ia juga menyerukan agar pemerintah Aceh lebih aktif menggandeng pakar geospasial dan hukum tata negara untuk memperkuat posisi Aceh secara akademik dan legal.

Mahasiswa juga menyoroti pentingnya pemahaman terhadap UUPA (Undang-Undang Pemerintahan Aceh) dan MoU Helsinki sebagai dua dokumen utama yang mengatur kekhususan Aceh dalam konteks otonomi dan penataan wilayah. Mereka menilai bahwa langkah Kemendagri tersebut bertentangan dengan semangat rekonsiliasi dan keadilan pascakonflik yang telah dirajut selama dua dekade terakhir.

Farih Mumtaza, mahasiswa Aceh yang menempuh studi di Medan, ikut menyuarakan keprihatinan. Ia mengatakan bahwa perubahan status pulau-pulau ini juga berisiko mengganggu kehidupan masyarakat pesisir, khususnya nelayan yang selama ini menggantungkan hidup dari wilayah perairan tersebut. “Apa jadinya jika nelayan kami harus mengurus izin ke provinsi lain hanya untuk menangkap ikan di lautnya sendiri?” ujarnya.

Meskipun demonstrasi terus berlangsung, mahasiswa Aceh tetap membuka ruang dialog. Mereka mendesak pemerintah Aceh dan DPR Aceh agar segera menggelar pertemuan resmi dengan pemerintah pusat untuk menyampaikan aspirasi ini secara formal dan menyeluruh. Beberapa anggota DPR Aceh bahkan telah menyuarakan niat untuk membawa perkara ini ke Mahkamah Konstitusi bila jalan mediasi tak membuahkan hasil.

Dalam beberapa pernyataan resmi, Pemerintah Aceh menyatakan keberatan atas keputusan Kemendagri dan sedang menyiapkan langkah hukum serta diplomasi administratif untuk menyelesaikan polemik ini. Gubernur Aceh juga dikabarkan akan bertemu dengan Gubernur Sumatera Utara dalam waktu dekat untuk mencari titik temu.

Leave a reply