Serangan Udara Amerika Serikat Hantam Fasilitas Nuklir Iran: Ketegangan Timur Tengah Memuncak

0
17

Teheran / Washington DC – 22 Juni 2025. Kawasan Timur Tengah kembali berada di ambang krisis besar setelah Amerika Serikat secara resmi melancarkan serangan udara berskala besar ke tiga fasilitas nuklir utama milik Iran pada Sabtu malam waktu setempat. Aksi militer ini menandai babak baru dalam konflik yang telah lama membayangi hubungan kedua negara, memicu kekhawatiran luas akan pecahnya perang regional terbuka.

Serangan dimulai pada pukul 02.10 waktu Iran (21.10 UTC, 21 Juni) dengan peluncuran operasi militer yang diberi nama “Operation Midnight Hammer”. Sebanyak tujuh unit pesawat pembom siluman B-2 Spirit milik Angkatan Udara Amerika Serikat diberangkatkan dari pangkalan militer Whiteman di Missouri, membawa 14 bom penghancur bunker (GBU-57) seberat 13,6 ton, yang ditujukan untuk menghancurkan struktur bawah tanah di tiga lokasi vital nuklir Iran: Fordow, Natanz, dan Isfahan.

Didukung oleh lebih dari 100 pesawat tempur pendukung, termasuk F-22 Raptor dan F-35 Lightning II, serta rudal jelajah Tomahawk dari kapal selam di Teluk Persia, serangan ini merupakan salah satu operasi ofensif udara terbesar yang dilakukan Amerika terhadap target negara dengan kapasitas militer signifikan dalam dua dekade terakhir.

Ketiga fasilitas yang menjadi sasaran adalah jantung dari program pengayaan uranium Iran:

  • Natanz, pusat utama pengayaan uranium, dilaporkan mengalami kerusakan besar hingga total.
  • Fordow, fasilitas pengayaan bawah tanah yang terletak di dekat Qom, juga dilaporkan hancur sebagian.
  • Sementara itu, Isfahan, yang merupakan pusat riset dan pengolahan bahan bakar nuklir, mengalami kehancuran struktural.

Pemerintah AS menyatakan bahwa seluruh sasaran berhasil dilumpuhkan dan operasi berlangsung tanpa kehilangan personel. Namun, pihak Iran membantah klaim tersebut, menyebut bahwa kerusakan yang terjadi tidak signifikan dan mengklaim sistem pertahanan udara mereka berhasil mencegat sebagian serangan.

Di dalam negeri Amerika Serikat, Presiden Donald Trump mengklaim serangan ini sebagai “keberhasilan strategis untuk menjaga perdamaian global” dan memperingatkan Iran agar tidak melakukan aksi balasan. Ia juga menyebut bahwa langkah ini merupakan bentuk pembalasan terhadap ancaman dan agresi yang dilakukan oleh Teheran dalam beberapa pekan terakhir.

Namun, tidak semua pihak mendukung. Sejumlah politisi dari Partai Demokrat dan beberapa anggota Partai Republik menyuarakan kritik keras terhadap keputusan presiden. Mereka menyebut serangan tersebut sebagai langkah sepihak yang berbahaya dan melanggar Konstitusi, karena dilakukan tanpa persetujuan resmi dari Kongres.

Sementara itu, kecaman keras datang dari berbagai penjuru dunia. China, Rusia, Uni Eropa, dan sejumlah negara Timur Tengah mengecam tindakan Amerika Serikat dan menyerukan segera dilakukan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB. Mereka menganggap aksi militer ini berpotensi memicu perang skala besar di kawasan yang sudah penuh ketegangan geopolitik.

Sebagai respons, pemerintah Iran melalui pernyataan resmi menyebut serangan AS sebagai “tindakan agresi militer terang-terangan” dan berjanji akan melancarkan balasan keras dan terukur. Pasukan elite Garda Revolusi Iran dikabarkan telah bersiaga tinggi dan mengisyaratkan kemungkinan serangan terhadap pangkalan militer AS di Irak, Suriah, atau Teluk Persia, serta terhadap negara-negara sekutu AS di kawasan.

Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dalam pidato darurat menyebut bahwa rakyat Iran tidak akan tinggal diam dan akan mempertahankan kedaulatan negaranya “dengan segala cara yang diperlukan”.

Serangan ini bukan hanya merusak fasilitas nuklir, tapi juga menandai eskalasi konflik yang sangat berbahaya. Hubungan AS–Iran, yang telah lama tegang, kini berada di titik terendah dalam beberapa tahun terakhir. Serangan ini menyusul insiden sebelumnya yang melibatkan Israel, di mana fasilitas militer dan strategis Iran juga menjadi sasaran.

Beberapa analis militer menyebut bahwa langkah Amerika ini bisa memicu perang terbuka antara Iran dan aliansi barat, yang berpotensi menyeret negara-negara lain di kawasan. Pusat-pusat ekonomi utama seperti Selat Hormuz dan Teluk Persia juga terancam, berisiko memicu lonjakan harga minyak global dan ketidakstabilan ekonomi dunia.

Serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran merupakan momen penting yang dapat menentukan arah geopolitik dunia dalam beberapa bulan ke depan. Meski pemerintah AS menyatakan tujuannya adalah untuk menghentikan potensi ancaman nuklir, banyak pihak menilai langkah ini justru memperbesar risiko konflik berskala besar.

Kini, dunia menunggu — apakah diplomasi masih mungkin menjadi jalan penyelesaian, atau perang akan menjadi kenyataan berikutnya?

Leave a reply