Kegiatan Ibadah di Rumah Warga Sukabumi Dihentikan, Warga Tuntut Kepatuhan terhadap Izin Lingkungan

Sukabumi, Jawa Barat — 27 Juni 2025, Suasana sempat memanas di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, ketika ratusan warga mendatangi sebuah rumah yang diduga digunakan sebagai tempat ibadah non-Muslim tanpa izin resmi. Insiden tersebut terjadi usai salat Jumat dan memicu kehadiran aparat gabungan dari kepolisian, TNI, serta tokoh masyarakat untuk menengahi dan mencegah konflik sosial yang lebih luas.
Warga sekitar mengaku sudah lama merasa resah dengan keberadaan rumah tersebut yang diduga kerap digunakan sebagai lokasi ibadah secara rutin, meski tidak memiliki izin sebagai rumah ibadah. Beberapa laporan menyebutkan bahwa aktivitas ibadah di rumah tersebut sempat menghadirkan puluhan kendaraan, termasuk satu unit bus, yang dianggap mengganggu ketertiban dan akses jalan warga sekitar.
Menurut Hendra, Ketua RT setempat, warga telah beberapa kali memberikan teguran secara lisan dan bahkan sempat melakukan mediasi dengan pihak pemilik rumah. Namun, kegiatan ibadah tetap dilanjutkan tanpa adanya pemberitahuan resmi atau proses legalitas bangunan untuk fungsi keagamaan.
Untuk menghindari potensi gesekan horizontal, pihak aparat gabungan dari Polsek Cidahu, Koramil setempat, serta perwakilan Pemerintah Desa turun langsung ke lokasi. Mereka mengimbau pemilik rumah untuk segera menghentikan semua kegiatan ibadah di tempat tersebut sampai ada izin resmi dari pemerintah dan instansi terkait.
Kapolsek Cidahu, AKP Endang Slamet, menjelaskan bahwa sebelumnya pihaknya telah beberapa kali menyampaikan imbauan secara baik-baik kepada pemilik rumah. Namun, peringatan tersebut tidak diindahkan hingga akhirnya muncul reaksi warga dalam jumlah besar.
“Sudah kami beri tahu agar jangan mengadakan kegiatan keagamaan di lokasi tersebut, karena belum ada izin. Tapi kegiatan itu tetap berulang. Maka kami turun untuk menghindari gejolak sosial,” ujar Kapolsek.
Setelah dilakukan mediasi di lokasi, pihak pemilik rumah akhirnya bersedia menandatangani surat pernyataan yang berisi kesanggupan untuk tidak lagi menggunakan rumahnya sebagai tempat ibadah. Kesepakatan itu disaksikan oleh aparat desa, kepolisian, tokoh masyarakat, serta warga sekitar.
Pemerintah desa menyampaikan bahwa langkah ini dilakukan semata-mata untuk menjaga ketertiban dan keharmonisan warga lintas agama, bukan untuk membatasi kebebasan beragama. Mereka menekankan bahwa penggunaan bangunan untuk keperluan ibadah harus memenuhi syarat administrasi dan memperoleh persetujuan dari lingkungan setempat sesuai peraturan yang berlaku.
Peristiwa ini menggarisbawahi pentingnya kepatuhan terhadap prosedur hukum dan perizinan ketika bangunan digunakan sebagai tempat ibadah. Tanpa adanya koordinasi dan komunikasi yang baik antara pemilik dan warga sekitar, aktivitas tersebut berisiko memicu ketegangan sosial, seperti yang terjadi di Desa Tangkil.
Para pengamat sosial menyebut bahwa kasus serupa seharusnya dapat dicegah melalui pendekatan dialog sejak awal, serta peran aktif pemerintah daerah dalam memfasilitasi kebutuhan umat beragama secara adil dan terbuka.
Insiden di Sukabumi menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa kerukunan umat beragama harus dibangun di atas fondasi komunikasi, keterbukaan, dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. Aktivitas keagamaan adalah hak konstitusional setiap warga negara, namun pelaksanaannya tetap memerlukan aturan agar tidak menimbulkan gangguan di tengah masyarakat.
Ke depan, diharapkan pemerintah daerah lebih proaktif dalam menanggapi laporan masyarakat terkait penggunaan bangunan sebagai tempat ibadah, sekaligus memfasilitasi kelompok-kelompok agama untuk mendapatkan tempat ibadah yang layak dan legal sesuai peraturan perundang-undangan.