Dokter Marwan Al‑Sultan, Direktur RS Indonesia di Gaza, Tewas dalam Serangan Udara Israel

0
71

Gaza City, 2 Juli 2025 – Ketegangan di Jalur Gaza kembali memakan korban jiwa dari kalangan sipil, kali ini menimpa sosok penting dalam dunia medis Palestina. Dr. Marwan Al‑Sultan, Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, tewas bersama istri dan anak-anaknya dalam serangan udara yang dilancarkan Israel ke permukiman warga di kawasan Tal al-Hawa, Gaza Barat.

Serangan itu terjadi pada Rabu malam, sekitar pukul 22.30 waktu setempat. Bom yang dijatuhkan menghancurkan rumah keluarga Dr. Marwan secara total. Menurut laporan dari otoritas kesehatan setempat dan organisasi kemanusiaan MER-C, total sembilan orang dilaporkan tewas dalam insiden tersebut, termasuk istri dan anak-anak Dr. Marwan. Jenazah mereka kemudian dievakuasi ke RS al-Shifa untuk diidentifikasi lebih lanjut.

Dr. Marwan bukan sosok biasa. Ia merupakan salah satu dari hanya dua dokter spesialis jantung yang tersisa di Jalur Gaza—wilayah yang selama bertahun-tahun diblokade dan mengalami kekurangan tenaga medis. Selama masa konflik, ia dikenal tetap tinggal di Gaza, memimpin Rumah Sakit Indonesia dan melayani ribuan pasien setiap bulan, meski dalam ancaman serangan dan keterbatasan logistik.

Rekan sejawatnya, Dr. Mohammed Abu Selmia, Direktur RS al-Shifa, menggambarkan kepergian Dr. Marwan sebagai “kehancuran moral dan teknis bagi dunia medis Gaza.” Ia menambahkan bahwa ribuan pasien kini kehilangan harapan atas akses perawatan spesialis, terutama mereka yang memiliki penyakit jantung kronis dan memerlukan penanganan lanjutan.

Militer Israel mengklaim bahwa serangan yang dilancarkan pada malam itu menargetkan tokoh penting dari faksi Hamas. Namun, tak ada pernyataan langsung mengenai nama atau bukti valid atas klaim tersebut. Mereka mengakui bahwa “kemungkinan korban sipil” memang ada dan sedang dalam proses investigasi.

Kementerian Kesehatan Palestina menyebut bahwa serangan ini merupakan bagian dari pola sistematis yang menargetkan infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit, sekolah, dan tempat ibadah. Mereka menuding bahwa Israel tengah melakukan aksi “pembersihan terstruktur” dengan menghantam elemen-elemen vital dalam masyarakat Gaza, termasuk para pekerja medis yang seharusnya dilindungi oleh hukum internasional.

Kematian Dr. Marwan mengguncang banyak pihak, termasuk pemerintah Indonesia. Dalam pernyataan resminya, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menyampaikan duka cita mendalam dan kecaman keras terhadap serangan tersebut. Pemerintah menyerukan agar Dewan Keamanan PBB segera mengambil langkah konkret untuk menghentikan kekerasan terhadap warga sipil dan menghormati hukum humaniter internasional.

Presiden Republik Indonesia, dalam keterangannya dari Mekkah saat menunaikan ibadah umrah, menyebut Dr. Marwan sebagai “pahlawan kemanusiaan” dan meminta agar jenazahnya dikenang secara nasional sebagai simbol keberanian dan dedikasi kemanusiaan bangsa Indonesia di panggung global.

Tak hanya dari dalam negeri, kecaman juga datang dari organisasi Muslim di Amerika dan Eropa. Kelompok hak asasi manusia internasional menyerukan penyelidikan mendalam dan meminta Israel menghentikan serangan ke wilayah sipil, terutama terhadap rumah sakit dan tenaga medis.

Rumah Sakit Indonesia di Gaza merupakan fasilitas medis yang dibangun atas dukungan penuh dari rakyat Indonesia melalui MER-C (Medical Emergency Rescue Committee). Didirikan sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina, rumah sakit ini telah beroperasi sejak 2016 dan menjadi tumpuan harapan masyarakat Gaza, terutama saat konflik berkecamuk.

Namun, sejak awal 2024, rumah sakit ini telah mengalami kerusakan berat akibat pengepungan dan serangan udara. Banyak fasilitas tak bisa digunakan lagi, listrik terbatas, dan pasokan obat-obatan sangat minim. Dengan gugurnya Dr. Marwan, pengelolaan rumah sakit ini kini terancam lumpuh sepenuhnya.

Kematian tragis Dr. Marwan dan keluarganya menyisakan duka sekaligus amarah. Di tengah krisis kemanusiaan yang terus berlangsung di Gaza, peristiwa ini menjadi pengingat keras bahwa perlindungan terhadap warga sipil dan tenaga medis adalah hal yang tidak bisa dinegosiasikan.

Lebih dari sekadar nama, Dr. Marwan adalah simbol kemanusiaan yang berdiri kokoh di antara reruntuhan konflik. Dan kini, ketika ia gugur di tanah yang ia layani hingga akhir hayat, dunia dituntut untuk tidak tinggal diam. Karena jika kemanusiaan bisa dibunuh tanpa konsekuensi, maka tragedi serupa akan terus terulang.

Leave a reply