Abolisi untuk Tom Lembong Disetujui DPR, Pemerintah Hentikan Seluruh Proses Hukum

Abolisi untuk Tom Lembong Disetujui DPR, Pemerintah Hentikan Seluruh Proses Hukum
Jakarta, 1 Agustus 2025 — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi menyetujui usulan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan. Persetujuan tersebut menandai penghentian total terhadap proses hukum yang tengah dihadapi Lembong, termasuk semua tahap penyidikan, persidangan, hingga potensi eksekusi vonis pengadilan.
Surat permohonan Presiden yang bernomor R.43/PRES/07/2025 dan bertanggal 30 Juli 2025 menjadi dasar pengajuan abolisi. Dalam rapat konsultasi bersama pimpinan DPR dan fraksi-fraksi, disepakati bahwa tidak ada keberatan atas permohonan tersebut, sehingga proses hukum terhadap Tom Lembong dihentikan berdasarkan kewenangan konstitusional presiden.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa lembaga legislatif telah menindaklanjuti surat Presiden dengan cermat dan prosedural. Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa abolisi secara hukum memiliki konsekuensi yang mengikat, di mana proses pidana tidak bisa dilanjutkan, bahkan apabila sudah memasuki tahapan pengadilan.
Kasus yang menjerat Tom Lembong berkaitan dengan dugaan korupsi dalam kebijakan impor gula pada periode 2015–2016. Ia pernah divonis 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat karena dinilai merugikan keuangan negara hingga Rp578 miliar. Namun, Lembong melalui kuasa hukumnya secara konsisten membantah dakwaan, menyebut bahwa kebijakan tersebut tidak membawa keuntungan pribadi dan murni dilakukan demi kestabilan pasokan nasional.
Pihak pembela juga menyebut proses hukum tersebut sebagai upaya kriminalisasi kebijakan negara, yang dapat menciptakan preseden buruk jika dibiarkan berlanjut tanpa evaluasi.
Keputusan Presiden Prabowo untuk mengusulkan abolisi disambut positif oleh beberapa tokoh politik. Legislator seperti Ahmad Sahroni memuji langkah Presiden sebagai wujud komitmen untuk menjaga stabilitas nasional dan mengurangi potensi kegaduhan politik yang tidak perlu. Sementara Fraksi PKB menyatakan bahwa abolisi dan pemberian amnesti merupakan bagian dari proses rekonsiliasi nasional pasca pemilu 2024, yang perlu didukung demi memperkuat kohesi sosial-politik.
Menurut mereka, kebijakan semacam ini penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum yang adil dan tidak memihak.
Meskipun mendapat dukungan politik, keputusan ini juga menuai kritik. Mantan penyidik KPK Novel Baswedan menganggap pemberian abolisi kepada individu yang telah divonis dalam kasus korupsi sebagai kemunduran serius dalam pemberantasan korupsi. Ia menyebut hal ini sebagai langkah destruktif yang berpotensi merusak semangat hukum dan menghilangkan efek jera.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar juga menilai bahwa abolisi seharusnya tidak dipakai untuk menghapus pertanggungjawaban atas tindakan yang sudah dinilai melanggar hukum, terutama jika menyangkut penyelenggaraan negara dan keuangan publik.
Dengan disetujuinya abolisi oleh DPR, maka status hukum Tom Lembong secara otomatis menjadi non-aktif sebagai terdakwa, dan seluruh proses pengadilan dianggap tidak pernah terjadi. Pemerintah akan mencabut semua status hukum terkait kasusnya. Kejaksaan Agung menyatakan akan melakukan kajian hukum mendalam terhadap konsekuensi keputusan ini, sebelum menindaklanjuti ke ranah teknis eksekusi.
Keputusan ini sekaligus menguji batasan kewenangan Presiden dalam hal pemberian abolisi sebagai salah satu bentuk pengampunan negara yang diatur dalam UUD 1945.
Pemberian abolisi kepada Tom Lembong menjadi salah satu langkah hukum paling menonjol di era pemerintahan Presiden Prabowo. Sementara di satu sisi kebijakan ini dipandang sebagai bentuk koreksi terhadap proses hukum yang dianggap bermasalah, di sisi lain menimbulkan kekhawatiran akan munculnya celah penyalahgunaan kewenangan yang bisa membahayakan independensi penegakan hukum.
Ke depan, penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk menjelaskan secara terbuka dasar pertimbangan pemberian abolisi demi menjaga akuntabilitas serta kredibilitas negara di mata publik.