Aksi Spontan di Depan DPR: Publik Geram, Polisi Siagakan 1.250 Personel

Aksi Spontan di Depan DPR: Publik Geram, Polisi Siagakan 1.250 Personel
Jakarta, 25 Agustus 2025 — Suasana kawasan sekitar Gedung DPR/MPR RI pada Senin pagi berubah ramai setelah ratusan massa mendatangi area tersebut untuk melakukan aksi unjuk rasa. Demonstrasi ini disebut berlangsung secara spontan, dipicu keresahan publik atas isu tunjangan perumahan fantastis senilai Rp50 juta per bulan bagi anggota DPR.
Kemarahan warganet yang sebelumnya ramai di media sosial akhirnya bermuara di jalanan. Seruan turun ke jalan muncul melalui platform X (dulu Twitter) serta pesan berantai WhatsApp. Dalam narasi ajakan tersebut, publik didorong untuk menolak kebijakan DPR yang dianggap tidak masuk akal dan memberatkan keuangan negara. Bahkan, sejumlah unggahan menyerukan agar Presiden membubarkan DPR, karena lembaga tersebut dinilai sudah tidak lagi mewakili kepentingan rakyat.
Yang menarik, aksi hari ini tidak digerakkan oleh organisasi besar, serikat pekerja, ataupun kelompok mahasiswa. Mayoritas massa berasal dari kalangan masyarakat sipil, termasuk pengemudi ojek online (ojol) yang mengaku datang karena merasa terusik dengan isu tunjangan DPR.
“Saya hadir tanpa ada komando siapa pun, ini murni sebagai rakyat. Rasanya tidak adil kalau wakil rakyat hidup mewah, sementara kami masih berjuang mencari nafkah,” ungkap seorang pengemudi ojol di lokasi aksi.
Sementara itu, kelompok buruh yang selama ini dikenal aktif dalam aksi menegaskan tidak ikut serta dalam demonstrasi hari ini. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melalui presidennya, Said Iqbal, menjelaskan bahwa buruh sudah memiliki agenda aksi tersendiri pada 28 Agustus 2025 dengan tuntutan kenaikan upah dan penghapusan sistem kerja outsourcing.
Mahasiswa pun demikian. BEM SI Kerakyatan menyatakan tidak akan ikut demo hari ini. Mereka menilai aksi mahasiswa sebelumnya pada 21 Agustus sudah menjadi bentuk penyampaian aspirasi secara maksimal, sehingga tidak ada rencana turun lagi di tanggal 25.
Pantauan di sekitar kompleks DPR menunjukkan aparat kepolisian telah melakukan penutupan jalan di beberapa titik, terutama akses menuju Jalan Gatot Subroto arah Slipi. Arus kendaraan dialihkan ke jalur alternatif untuk menghindari kepadatan.
Pagar beton portable dan kendaraan taktis disiagakan di depan gerbang DPR, meski kawat berduri belum dipasang. Beberapa kelompok massa mulai berdiri sambil berorasi dengan pengeras suara sederhana. Poster karton bertuliskan kritik tajam seperti “Wakil Rakyat atau Beban Rakyat?” terlihat dibawa sejumlah demonstran.
Meskipun jumlah massa belum terlalu besar, aparat tetap melakukan langkah antisipasi. Sedikitnya 1.250 personel gabungan dari Polri, TNI, dan Satpol PP Pemda disiagakan untuk menjaga keamanan.
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro, menegaskan bahwa pendekatan pengamanan dilakukan secara humanis. “Silakan masyarakat menyampaikan pendapat dengan tertib. Jangan ada tindakan anarkis, jangan merusak fasilitas, apalagi membakar ban. Kami hadir untuk mengamankan aspirasi rakyat, bukan menghadapinya,” ujarnya.
Di sisi lain, DPR melalui anggota Fraksi PDIP, Selly Andriany Gantina, menyampaikan bahwa lembaga legislatif menghargai kebebasan berpendapat yang dilakukan rakyat. Ia menekankan bahwa DPR selalu membuka ruang dialog melalui Badan Aspirasi Masyarakat (BAM DPR) bagi siapa pun yang ingin menyampaikan kritik, masukan, maupun tuntutan.
“Demokrasi harus dijaga. DPR adalah rumah rakyat. Kalau masyarakat punya keluhan, kami siap mendengarkan. Silakan sampaikan secara resmi melalui mekanisme yang ada,” katanya.
Namun, hingga siang ini, belum ada perwakilan massa yang menyerahkan tuntutan secara formal. Aksi masih sebatas orasi di jalanan dengan tuntutan utama transparansi penggunaan anggaran DPR dan penolakan tunjangan perumahan.
Aksi ini menjadi gambaran nyata betapa besar jurang ketidakpuasan masyarakat terhadap gaya hidup pejabat publik. Kebijakan mengenai tunjangan yang dinilai tidak sensitif dengan kondisi rakyat, memunculkan amarah kolektif.
Massa yang turun ke jalan bukan sekadar menolak kebijakan, tetapi juga menyuarakan rasa frustasi terhadap elit politik yang dinilai semakin jauh dari realitas kehidupan sehari-hari masyarakat kecil. Mereka berharap protes ini dapat membuka mata para wakil rakyat agar lebih berhati-hati dalam merancang kebijakan yang berhubungan dengan fasilitas dan kesejahteraan pejabat.
Hingga berita ini diturunkan, aksi di depan Gedung DPR masih berlangsung dengan situasi terkendali. Polisi tetap berjaga, massa terus menyuarakan kritik, sementara DPR menyatakan siap menampung aspirasi. Meski belum terlihat eskalasi yang signifikan, aksi ini menunjukkan bahwa isu keadilan sosial dan kesenjangan antara rakyat dan elit tetap menjadi bara dalam kehidupan demokrasi Indonesia.
Dengan pengamanan ketat dan pendekatan persuasif, diharapkan demonstrasi hari ini tetap berlangsung damai. Publik kini menunggu apakah suara protes dari jalanan akan benar-benar didengar dan direspons dengan langkah nyata oleh para wakil rakyat.