Andre Rosiade Akhiri Kasus Tuduhan Mafia Bola dengan Damai

0
41

Jakarta, 8 Agustus 2025 — Di sebuah ruangan di Bareskrim Polri yang biasanya menjadi arena penyelesaian kasus-kasus besar, pagi itu suasana terasa lebih cair. Tidak ada ketegangan layaknya sidang pemeriksaan, melainkan percakapan santai yang mengarah pada perdamaian. Di hadapan penyidik, Andre Rosiade, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI sekaligus penasihat klub Semen Padang FC, resmi menyatakan bahwa ia mencabut laporan polisi terhadap dua akun media sosial yang menuduhnya sebagai “mafia bola”.

Cerita ini bermula pada suatu laga Liga 1 yang mempertemukan Semen Padang melawan Persebaya. Pertandingan berlangsung panas, dan seperti biasa, setiap keputusan wasit memancing emosi penonton. Semen Padang sempat memimpin, namun menjelang akhir laga, Persebaya berhasil menyamakan skor. Di tengah hiruk-pikuk itu, terdengar seruan yang menggetarkan telinga: “Mafia bola!”

Bagi sebagian orang di tribun, itu mungkin sekadar teriakan spontan. Namun, tidak lama kemudian, tuduhan itu mengalir deras di media sosial. Akun TikTok @DanoeCreativeStudio dan Instagram @kitabonek memposting tudingan yang secara terang-terangan menyebut nama Andre sebagai bagian dari jaringan mafia sepak bola.

Andre, yang merasa tuduhan itu menyerang kehormatan dan reputasinya, memutuskan untuk bertindak. Pada Mei 2025, ia melaporkan kedua akun tersebut ke Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dengan tuduhan penyebaran berita bohong (hoaks) dan pencemaran nama baik.

“Ini bukan sekadar membela diri, tetapi juga bagian dari upaya melawan hoaks yang merusak dunia sepak bola,” ujar Andre dalam pernyataannya saat itu. Ia menegaskan dirinya bukan bagian dari mafia bola, melainkan pihak yang selama ini justru lantang memerangi praktik kotor tersebut.

Penyidik Siber Polri menindaklanjuti laporan itu. Panggilan klarifikasi, pemeriksaan bukti digital, dan proses administrasi hukum dijalankan. Namun, di balik layar, ada dinamika lain yang berjalan—upaya untuk menyelesaikan masalah ini tanpa harus melalui persidangan panjang.

Andre mengakui bahwa sejak awal ia tidak berniat memenjarakan siapa pun. Baginya, yang terpenting adalah adanya klarifikasi terbuka dan permintaan maaf yang bisa meluruskan persepsi publik. “Yang saya inginkan adalah kebenaran kembali ke jalurnya. Saya ingin publik tahu bahwa saya bukan pelaku, dan isu itu tidak benar,” kata Andre.

Beberapa bulan setelah laporan dibuat, kedua akun yang dilaporkan menghubungi pihak Andre melalui kuasa hukumnya. Mereka menyampaikan permohonan maaf, baik secara pribadi maupun melalui pernyataan terbuka di media sosial. Dalam unggahan itu, mereka mengakui kesalahan, menarik kembali tuduhannya, dan mengklarifikasi bahwa informasi yang mereka sebarkan tidak memiliki dasar yang valid.

Bagi Andre, ini sudah cukup. “Saya menerima permintaan maaf tersebut dan memutuskan untuk berdamai. Hari ini, saya datang ke Bareskrim untuk mencabut laporan,” ujarnya sambil menyerahkan dokumen resmi pencabutan perkara kepada penyidik.

Kasus ini menjadi cerminan betapa cepatnya informasi menyebar di era digital, terutama di dunia sepak bola yang penuh emosi dan loyalitas fanatik. Sebuah teriakan di stadion bisa berubah menjadi tuduhan serius di media sosial dalam hitungan menit, dan reputasi seseorang bisa terguncang seketika.

Andre berharap kasus ini menjadi pelajaran berharga. “Kita semua harus berhati-hati sebelum membagikan informasi. Jangan sampai media sosial digunakan untuk menyebarkan fitnah atau informasi yang belum terverifikasi,” tegasnya.

Apa yang dimulai sebagai tuduhan panas di tengah pertandingan sepak bola berakhir dengan jabat tangan dan saling memaafkan. Andre Rosiade menutup kasus ini bukan karena lemah, tetapi karena memilih jalur damai setelah kebenaran terungkap.

Bagi dunia sepak bola Indonesia, ini adalah pengingat bahwa perselisihan bisa diselesaikan tanpa harus memenjarakan lawan, asalkan kedua belah pihak bersedia membuka hati dan berdialog.

Leave a reply