Bentrok Bersenjata antara Thailand dan Kamboja dalam Konflik Terburuk dalam 13 Tahun

Surin – 24 Juli 2025 – Ketegangan lama antara Thailand dan Kamboja kembali meletus dalam bentuk konflik bersenjata mematikan di wilayah perbatasan. Bentrokan militer yang terjadi di dekat kompleks kuil Ta Muen Thom, Provinsi Surin, Thailand, berujung pada serangan roket, artileri, hingga serangan udara yang menyebabkan sedikitnya 14 korban jiwa, termasuk satu anggota militer Thailand dan 13 warga sipil dari kedua negara.
Konflik bermula dari perselisihan yang telah berlangsung puluhan tahun atas klaim wilayah di sekitar perbatasan, khususnya kawasan yang menjadi lokasi kuil kuno bersejarah. Pada pagi hari, pasukan Kamboja diduga menembakkan senjata ke arah pos militer Thailand di dekat kuil. Tak lama berselang, roket BM-21 juga menghantam permukiman warga di wilayah Thailand, termasuk sebuah SPBU yang menyebabkan ledakan hebat.
Sebagai respons, militer Thailand mengerahkan serangan balasan melalui enam pesawat tempur F-16 yang menyerang posisi militer Kamboja. Dalam waktu singkat, jalur perbatasan ditutup total, dan warga dari kedua sisi dievakuasi demi keselamatan.
Kementerian Dalam Negeri Thailand mengonfirmasi tewasnya satu prajurit mereka dalam bentrok tersebut. Di sisi lain, setidaknya 13 warga sipil juga menjadi korban jiwa akibat serangan roket dan serpihan ledakan yang menghantam area publik. Puluhan lainnya mengalami luka-luka, dan ratusan penduduk setempat mengungsi karena takut akan serangan lanjutan.
Banyak bangunan, rumah warga, dan fasilitas umum mengalami kerusakan parah, termasuk sekolah dan rumah sakit desa. Pemerintah daerah di Surin menetapkan status darurat lokal dan menyiagakan rumah sakit rujukan untuk menangani korban luka.
Kedua negara kini saling menuduh sebagai pihak pemicu. Pemerintah Thailand menegaskan bahwa pihaknya hanya merespons tindakan agresif militer Kamboja yang menyerang wilayah kedaulatan mereka tanpa alasan jelas. Sementara itu, Kamboja mengklaim bahwa tindakan mereka merupakan langkah defensif terhadap pelanggaran wilayah udara oleh militer Thailand yang disebut telah mengirim drone dan pasukan di luar batas kesepakatan zona demiliterisasi.
Pemerintah Kamboja bahkan mengajukan protes resmi ke Dewan Keamanan PBB, menuduh Thailand telah melanggar hukum internasional dan menyerukan penyelidikan terhadap insiden tersebut.
Di Thailand, insiden ini juga menyeret gejolak politik. Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra tengah berada di bawah sorotan publik setelah sebuah rekaman percakapan diplomatik bocor ke publik dan memperlihatkan komunikasi informal antara dirinya dan mantan Perdana Menteri Kamboja. Akibat tekanan politik yang meningkat, DPR Thailand menangguhkan sementara tugasnya sebagai kepala pemerintahan.
Sementara itu, Pemerintah Kamboja mengumumkan rencana memperluas wajib militer mulai 2026 guna memperkuat kesiapan nasional menghadapi eskalasi konflik lebih jauh.
Konflik ini mendapat perhatian serius dari komunitas internasional. ASEAN, Tiongkok, dan PBB telah menyerukan kedua negara untuk segera menghentikan aksi militer dan kembali ke meja perundingan. Negara-negara tetangga khawatir konflik ini bisa membahayakan stabilitas politik dan ekonomi kawasan Asia Tenggara, terlebih di tengah ketegangan geopolitik global.
Pakar hubungan internasional dari Universitas Chulalongkorn menyatakan bahwa konflik ini berisiko berkembang menjadi perang terbuka apabila tidak segera dikendalikan. “Kedua pihak perlu menahan diri dan membuka kembali jalur komunikasi damai yang sempat terhenti sejak 2022,” ujarnya.
Pertikaian berdarah antara Thailand dan Kamboja di perbatasan menandai kerapuhan perdamaian yang dibangun selama lebih dari satu dekade. Dengan korban jiwa yang terus bertambah dan ketegangan politik yang meruncing, dunia kini menanti langkah-langkah diplomasi yang nyata dari kedua negara untuk mencegah konflik ini berubah menjadi tragedi kemanusiaan yang lebih besar.