Buntut ‘XPOSE’, Ketua DPRD Jatim Wanti-Wanti Media: Isu Pesantren Bukan untuk Entertainment!

Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, Drs. M. Musyafak
Surabaya | BERITA ADIKARA – Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, Drs. M. Musyafak, menyampaikan peringatan keras kepada media massa, termasuk Trans7, agar tidak lagi menggunakan isu pesantren sebagai bahan hiburan atau entertainment yang dapat memicu tanggapan negatif dari masyarakat umum.
Pernyataanini disampaikan dalam konteks kontroversi tayangan program “XPOSE” di Trans7 yang dinilai melecehkan tradisi Pondok Pesantren Lirboyo dan pengasuhnya, KH Anwar Manshur.
Dalam pernyataannya, Musyafak menekankan pentingnya pemahaman budaya dan tradisi pesantren bagi masyarakat luas.
“Kedepannya jangan sampai terulang kembali bahwa isu pesantren dipakai di media tapi kemudian tanggapan dari masyarakat umum yang tidak ngerti budaya dan tradisi pesantren itu akan negatif,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa bagi kalangan santri dan alumni pesantren, praktik seperti penghormatan kepada kiai merupakan bagian sehari-hari dari pendidikan dan pengabdian, yang telah ia alami sejak mondok di Sido Serma dan Teguhirang.
Lebih lanjut, Musyafak mendesak Chairul Tanjung (CT), pemilik Trans Group selaku induk perusahaan Trans7, untuk datang secara langsung ke Pondok Pesantren Lirboyo dan bertemu dengan KH Anwar Manshur.
“Tidak hanya mewakilkan orang-orangnya, tapi harus datang ke sana, menjelaskan tujuannya apa, kemudian motivasi apa yang diinginkan oleh tayangan-tayangan tersebut,” tegasnya.,
Menurutnya jika tujuan tayangan memang untuk merusak citra pesantren, maka harus ditindak secara tegas melalui proses hukum atas pelanggaran etika penyiaran.
Ia juga menyoroti lambannya respons terhadap laporan-laporan yang telah masuk.
“Laporan sudah banyak, tetapi untuk melangkah itu banyak masih belum dilakukan. Kalau tutup dan tidak itu kan kewenangan KPI, tapi KPI Jawa Timur, daerah sudah melakukan masukkan dan mengusulkan, termasuk kita juga,” katanya.
Musyafak berharap insiden ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pemilik media di Indonesia agar tidak menjadikan isu pesantren sebagai objek hiburan semata.
Pernyataan ini muncul di tengah gelombang boikot nasional terhadap Trans7, yang telah memicu aksi demonstrasi santri di berbagai daerah, termasuk di DPRD Jatim.
Trans7 sendiri telah menyampaikan permintaan maaf resmi dan bertemu dengan perwakilan pesantren, namun tuntutan untuk sanksi lebih lanjut terus bergaung dari kalangan santri dan tokoh masyarakat.