Daging Hiu Jadi Menu MBG di Kalbar, Puluhan Siswa Keracunan: Program Makan Gratis Dipertanyakan

Daging Hiu Jadi Menu MBG di Kalbar, Puluhan Siswa Keracunan: Program Makan Gratis Dipertanyakan
Ketapang, Kalimantan Barat – Program pemerintah Makan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya menjadi upaya mulia untuk meningkatkan asupan gizi anak sekolah justru menimbulkan kontroversi besar di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Hal ini bermula ketika menu ikan hiu yang disajikan dalam program tersebut diduga menjadi pemicu keracunan massal puluhan siswa SD Negeri 12 Benua Kayong bersama seorang guru, Selasa (23/9/2025).
Alih-alih menyehatkan, menu itu justru membuat 25 orang mengalami mual, muntah, serta sakit perut, dan sebagian harus dilarikan ke rumah sakit. Kejadian ini langsung memicu perhatian publik serta memunculkan kritik keras terhadap penyelenggaraan MBG, khususnya dalam hal pemilihan menu makanan.
Insiden bermula saat jam makan siang di sekolah. Menu MBG hari itu adalah ikan hiu fillet saus tomat, dilengkapi sayur dan buah. Tak lama setelah mengonsumsi makanan tersebut, sejumlah siswa mengeluh pusing, mual, hingga muntah-muntah. Guru yang ikut menyantap menu serupa juga mengalami gejala yang sama.
Jumlah korban yang mengalami keracunan mencapai 25 orang – terdiri dari 24 siswa dan 1 guru. Mereka kemudian dibawa ke RSUD dr. Agoesdjam Ketapang untuk mendapat perawatan medis. Sebagian besar korban telah membaik dan dipulangkan, namun beberapa masih harus dirawat karena kondisinya belum sepenuhnya stabil.
Kejadian ini tentu menimbulkan kekhawatiran para orang tua dan masyarakat, mengingat MBG adalah program prioritas pemerintah yang tujuannya justru untuk menyehatkan anak-anak usia sekolah.
Penyajian daging hiu sebagai menu MBG menjadi pusat perdebatan. Kepala Regional MBG Kalbar, Agus Kurniawi, mengakui bahwa penggunaan hiu dalam menu merupakan bentuk keteledoran dari pihak penyedia makanan. Ia menyebut pemilihan bahan pangan seharusnya dilakukan dengan lebih hati-hati, terutama karena MBG menyasar anak-anak sekolah dasar yang lebih rentan terhadap gangguan kesehatan.
Sementara itu, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Deyang, menegaskan bahwa menu hiu tidak rutin disajikan. Menurutnya, menu tersebut baru dua kali diberikan di sekolah tersebut, dengan alasan kearifan lokal karena masyarakat setempat dianggap familiar dengan konsumsi hiu. Namun, ia memastikan bahwa jika hasil uji laboratorium membuktikan hiu sebagai penyebab keracunan, menu tersebut akan dicoret dari daftar MBG di Kalimantan Barat.
Pakar kesehatan menilai penggunaan hiu sebagai bahan makanan dalam MBG sangat tidak tepat. Hiu merupakan predator puncak dalam rantai makanan laut, sehingga berpotensi mengandung kadar merkuri dan logam berat yang jauh lebih tinggi dibandingkan ikan laut biasa.
Merkuri dapat berdampak buruk pada kesehatan, terutama anak-anak. Risiko paling nyata adalah gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi ginjal, hingga menurunnya kemampuan kognitif. Selain itu, hiu juga berpotensi membawa toksin alami seperti ciguatoksin, yang bisa menyebabkan keracunan makanan laut dengan gejala pencernaan hingga neurologis.
Dengan kata lain, meski di beberapa daerah konsumsi hiu dianggap biasa, menjadikannya menu program makan bergizi untuk anak-anak sekolah adalah keputusan yang keliru dan berisiko besar.
Pasca kejadian, Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kalbar mengambil sampel makanan untuk diuji di laboratorium. Hasil uji ini nantinya akan menentukan apakah ikan hiu benar menjadi sumber keracunan atau terdapat faktor lain seperti pengolahan makanan yang tidak higienis.
Selain itu, dapur penyedia makanan yang terlibat sementara waktu ditutup untuk evaluasi. BGN juga berjanji memperketat prosedur seleksi menu, memastikan hanya bahan pangan aman, sehat, dan sesuai dengan kebutuhan gizi anak-anak yang akan dipakai.
Kasus keracunan akibat menu MBG ini menambah panjang daftar catatan kritis terhadap program makan gratis pemerintah. Publik mempertanyakan bagaimana prosedur kontrol kualitas dijalankan, serta siapa yang bertanggung jawab atas pemilihan menu yang jelas berisiko.
Para orang tua berharap insiden ini menjadi pelajaran berharga. Program MBG, yang digadang-gadang mampu mendukung tumbuh kembang anak bangsa, jangan sampai justru menjadi ancaman bagi kesehatan.
Sejumlah kalangan menekankan pentingnya melibatkan ahli gizi dalam setiap tahap penyusunan menu. Menu sebaiknya berbasis pada ikan konsumsi yang aman, bergizi, dan sudah terbukti layak untuk anak-anak – seperti ikan kembung, tongkol, atau nila – alih-alih predator laut seperti hiu.
Kasus di Ketapang membuktikan bahwa niat baik tidak cukup jika tidak dibarengi dengan kehati-hatian dan standar yang jelas. MBG sejatinya adalah program strategis untuk memperkuat gizi generasi muda Indonesia. Namun, apabila pemilihan bahan makanan dilakukan sembarangan, tujuan mulia tersebut bisa berbalik menjadi malapetaka.
Kini, publik menunggu langkah tegas dari pemerintah untuk mengevaluasi penyelenggara MBG, memperbaiki sistem pengawasan, dan memastikan setiap menu yang dihidangkan benar-benar aman. Hanya dengan begitu, MBG bisa kembali dipercaya sebagai program andalan yang benar-benar membawa manfaat nyata bagi anak-anak Indonesia.