Dua Tahun UU Kesehatan: Janji Perlindungan Nakes di Tengah Gelombang Kontroversi dan Kasus Nyata

0
41
https://beritaadikara.com/dua-tahun-uu-kesehatan-janji-perlindungan-nakes-di-tengah-gelombang-kontroversi-dan-kasus-nyata/

Surabaya | Berita Adikara – Dua tahun setelah pengesahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pada Juli 2023, DPR RI terus mengawal implementasinya sebagai tonggak transformasi sistem kesehatan nasional.

Ketua DPR Puan Maharani, yang memimpin rapat paripurna saat itu, kini menekankan komitmen untuk memantau penerapan aturan ini di tengah pandemi pasca-COVID-19 yang masih meninggalkan bekas. UU ini, dengan pendekatan omnibus law yang menggabungkan 13 undang-undang lama, diharapkan mengatasi disparitas akses kesehatan dari Sabang sampai Merauke.

Namun, di 2025, implementasi masih menghadapi tantangan, seperti keterlambatan penyusunan Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) yang menjadi panduan alokasi anggaran, sebagaimana dicatat dalam laporan terbaru dari Kementerian Kesehatan.

Salah satu contoh nyata manfaat UU ini terlihat dalam kasus perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan (nakes). Pada awal 2024, seorang dokter di Depok menghadapi tuntutan hukum dari keluarga pasien akibat komplikasi operasi, tapi berkat Pasal 268 UU Kesehatan yang memperkuat mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa, kasus tersebut diselesaikan di luar pengadilan melalui proses damai yang didukung Konsil Kedokteran Indonesia.

“Ini membuktikan UU baru memberikan payung hukum yang lebih kuat, mencegah nakes terjebak dalam litigasi panjang,” ujar Puan dalam pernyataan terbarunya. Selain itu, peningkatan kesejahteraan nakes melalui program pelatihan berkelanjutan, seperti studi kasus di rumah sakit swasta Depok pada November 2024, menunjukkan peningkatan performa perawat hingga 20% berkat implementasi standar Health Promoting Hospital.

Meski demikian, kontroversi tak kunjung reda. Protes massal dokter dan perawat pada Juni 2023, yang menolak pendekatan omnibus karena dianggap kurang partisipatif, berlanjut ke ranah hukum. Pada Maret 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menolak gugatan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terhadap beberapa pasal UU, termasuk yang mengatur sertifikasi profesi dan dominasi organisasi profesi.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam sidang Juni 2025, menyinggung “dominasi IDI yang perlu diseimbangkan demi reformasi inklusif.” Kritik juga datang dari penghapusan kewajiban anggaran kesehatan minimal 5% APBN, yang menurut analisis The Jakarta Post, berpotensi memperburuk ketidakmerataan distribusi sumber daya di daerah terpencil.

Implementasi turunan seperti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 semakin memperluas tanggung jawab rumah sakit, termasuk dalam kesehatan reproduksi remaja. Contohnya, di Jawa Barat, sebuah rumah sakit berhasil mencegah peningkatan kasus stunting melalui program preventif yang didanai langsung dari anggaran kesehatan nasional, mencapai penurunan 15% kasus baru pada 2024.

Puan menegaskan, “Kami berkomitmen mengawal agar UU ini tidak hanya janji di atas kertas, tapi solusi nyata bagi masyarakat.” Namun, dengan pemilu daerah mendatang, isu kesehatan berisiko dipolitisasi, menambah kompleksitas pelaksanaan.

Secara keseluruhan, UU Kesehatan telah membawa angin segar seperti peningkatan daya saing bangsa melalui derajat kesehatan yang lebih baik, tapi tantangan seperti ketidakpastian anggaran dan resistensi profesi medis tetap menjadi ujian.

Dengan partisipasi publik yang lebih luas di masa depan, seperti yang direkomendasikan dalam studi PMC tahun 2024, aturan ini diharapkan menjadi fondasi kuat bagi Indonesia yang lebih sehat.

DPR berjanji terus memantau, memastikan manfaat dirasakan dari petugas kesehatan hingga pasien di pelosok negeri, sambil belajar dari pelajaran demokratisasi legislasi kesehatan.

Leave a reply