E-Commerce Wajib Potong Pajak 0,5% dari Penjual Online Mulai Juli 2025

Isometric laptop with shopping cart on keypad. Open portable computer with internet browser interface on screen. Online shopping concept. Infographic vector illustration on ultraviolet background
Jakarta, 27 Juni 2025 – Pemerintah Indonesia tengah bersiap mengimplementasikan regulasi perpajakan terbaru yang secara langsung menyasar aktivitas perdagangan di dunia digital. Mulai Juli 2025, seluruh platform e-commerce besar seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, TikTok Shop, hingga Bukalapak diwajibkan untuk memotong pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% dari omzet penjual online yang memiliki penghasilan tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memperluas basis pajak, meningkatkan transparansi, dan menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha offline dan online. Pemerintah menegaskan bahwa regulasi ini bukanlah pungutan pajak baru, melainkan bentuk penyesuaian dalam sistem pemungutan yang kini dialihkan melalui perantara digital, yaitu marketplace itu sendiri.
Menurut keterangan resmi dari DJP, selama ini potensi penerimaan pajak dari sektor digital masih belum tergarap maksimal, meskipun transaksi daring terus mengalami pertumbuhan signifikan setiap tahunnya. Dalam skema lama, beban penyetoran PPh final 0,5% berada di tangan penjual, yang sering kali tidak memiliki akses atau pemahaman administrasi perpajakan yang memadai.
Dengan adanya aturan baru ini, pihak marketplace akan bertindak sebagai pemungut sekaligus penyetor pajak, sehingga proses perpajakan menjadi lebih sederhana, efisien, dan terintegrasi. Regulasi ini juga bertujuan untuk menekan praktik ekonomi informal (shadow economy) yang kerap luput dari pengawasan fiskal.
Kebijakan ini ditujukan bagi pelaku usaha online dengan kriteria omzet tertentu:
- Penjual yang memiliki omzet tahunan di atas Rp500 juta dan tidak melebihi Rp4,8 miliar wajib dikenai potongan pajak 0,5%.
- Penjual dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun tidak dikenakan potongan.
- Penjual dengan omzet di atas Rp4,8 miliar akan dikenai pajak sesuai ketentuan umum, di luar skema ini.
Marketplace diwajibkan untuk memverifikasi data omzet penjual yang terdaftar di platform mereka. Mereka akan bertanggung jawab tidak hanya memungut dan menyetor pajak, tetapi juga membuat pelaporan berkala kepada DJP. Bagi marketplace yang lalai atau terlambat, akan dikenakan sanksi administratif sesuai peraturan perpajakan.
Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) menyatakan bahwa anggotanya siap mematuhi aturan pemerintah. Namun, mereka menekankan pentingnya masa transisi dan sosialisasi yang memadai, mengingat proses teknis integrasi data dan sistem perpajakan membutuhkan waktu dan pengujian yang matang.
Di sisi lain, beberapa pelaku usaha online khawatir bahwa pemotongan langsung atas omzet dapat memengaruhi margin keuntungan, terutama bagi penjual kecil yang baru berkembang. Pakar perpajakan menilai bahwa sistem ini perlu diimbangi dengan edukasi pajak yang inklusif agar tidak menciptakan persepsi negatif terhadap kewajiban fiskal.
Kebijakan ini muncul di tengah turunnya penerimaan negara dari sektor pajak. Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa hingga Mei 2025, realisasi penerimaan pajak turun sebesar 11,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini mendorong pemerintah untuk menarget sektor digital yang dinilai memiliki potensi besar namun selama ini kurang tergarap.
Dengan diberlakukannya pemotongan pajak otomatis melalui platform, pemerintah berharap dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan menutup potensi kebocoran penerimaan negara dari sektor perdagangan online yang kini menjadi tulang punggung perekonomian domestik.
Regulasi teknis sedang difinalisasi oleh Direktorat Jenderal Pajak dan diperkirakan akan diumumkan secara resmi pada Juli 2025. Setelah itu, seluruh marketplace akan diberikan waktu penyesuaian sistem sebelum implementasi penuh dilakukan paling lambat Agustus 2025.
Pemerintah berjanji akan melakukan sosialisasi masif melalui berbagai saluran—baik daring maupun luring—untuk memastikan para pelaku usaha memahami hak dan kewajiban mereka. Penjual juga didorong untuk segera mendaftarkan data omzet secara transparan dan memperbarui profil usaha mereka di platform yang digunakan.