Eks Menag Yaqut Penuhi Panggilan KPK: Buka Fakta Baru soal Kuota Haji

0
6

Jakarta, 7 Agustus 2025 — Di tengah sorotan publik terhadap polemik penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024, Yaqut Cholil Qoumas, mantan Menteri Agama RI, hadir ke Gedung Merah Putih KPK untuk memberikan klarifikasi. Kehadiran ini menandai babak baru dalam penyelidikan dugaan penyimpangan pembagian kuota haji yang dianggap tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan.

Dengan membawa sebuah map berwarna biru, Yaqut tiba di gedung KPK sekitar pukul 10 pagi. Ia disambut wartawan yang telah menunggu sejak pagi, menyorot setiap langkah dan ekspresinya. Tanpa didampingi kuasa hukum, Yaqut tetap terlihat tenang dan sopan saat menjawab pertanyaan singkat dari media.

“Saya hadir untuk menunjukkan itikad baik. Saya ingin membantu KPK meluruskan apa yang perlu diluruskan,” ujarnya singkat, sambil memasuki lobi gedung KPK.

Map biru yang dibawa oleh Yaqut ternyata berisi dokumen resmi berupa Surat Keputusan (SK) yang pernah ia tanda tangani saat masih menjabat Menteri Agama. Dokumen tersebut, menurut juru bicara pribadinya, Anna Hasbie, menjadi bukti otentik bahwa pembagian kuota haji dilakukan sesuai dengan regulasi dan mekanisme administratif yang berlaku saat itu.

Anna menegaskan bahwa keputusan pembagian kuota dilakukan secara kolektif dan melibatkan banyak pihak di internal Kemenag, serta berdasarkan diskresi yang dibolehkan secara hukum administrasi. Ia juga menyatakan bahwa peraturan yang digunakan bukan bersifat sepihak, melainkan dirumuskan dalam bentuk keputusan menteri berdasarkan masukan dari lintas direktorat dan lembaga.

“Kuota haji itu ada mekanismenya, tidak sembarangan. Semua kami dokumentasikan dan dilakukan transparan. Kami yakin tidak ada pelanggaran,” ujar Anna kepada media.

Pemeriksaan ini dilakukan setelah KPK menerima laporan dan masukan dari DPR, terutama dari Panitia Khusus (Pansus) Haji 2024 yang menemukan dugaan adanya maldistribusi kuota haji. Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota seharusnya terdiri dari 92% untuk jemaah haji reguler dan 8% untuk haji khusus.

Namun, dalam praktiknya, kuota tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi tahun 2024 justru dibagi secara merata 50:50 antara jemaah haji reguler dan jemaah khusus. Kebijakan ini dinilai melenceng dari amanat undang-undang dan menimbulkan pertanyaan besar: apakah ada kepentingan tertentu dalam pembagian tersebut?

Pihak KPK menyatakan bahwa mereka masih dalam tahap penyelidikan awal dan belum menetapkan tersangka. Namun, penyelidik telah meminta keterangan dari berbagai pihak, termasuk pejabat di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), lembaga-lembaga penyelenggara haji khusus (PIHK), serta Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti semua temuan secara objektif dan profesional. Ia tidak menutup kemungkinan kasus ini akan naik ke tahap penyidikan jika bukti dan keterangan yang dikumpulkan mengarah pada unsur pidana.

Kehadiran Yaqut ke KPK menjadi sorotan publik, terutama para calon jemaah haji yang merasa kecewa atas sistem distribusi kuota yang dianggap tidak transparan. Sebagian besar masyarakat berharap agar proses pemeriksaan ini tidak hanya menyasar individu, tetapi juga mengungkap pola sistemik jika memang ada celah penyalahgunaan kewenangan di lingkungan Kementerian Agama.

Dalam beberapa pekan ke depan, KPK dijadwalkan memanggil lebih banyak saksi dan mendalami alur kebijakan serta pengambilan keputusan terkait kuota haji. Tidak hanya soal proporsi kuota, tapi juga transparansi biaya, seleksi PIHK, dan siapa saja yang mendapatkan keuntungan dari kuota tambahan tersebut.

Mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, kini berada dalam sorotan penyelidikan KPK terkait kebijakan kuota haji 2024 yang memicu kontroversi. Meski belum ditetapkan sebagai tersangka, kehadirannya di KPK membawa harapan agar persoalan ini segera terang benderang. Pemeriksaan ini bukan hanya soal pelanggaran prosedur, tetapi juga soal kepercayaan publik terhadap pengelolaan ibadah haji yang selama ini menjadi salah satu aspek paling sensitif dan sakral dalam birokrasi Indonesia.

Leave a reply