Hukum Pidana vs Perdata: Mana yang Lebih Kompleks Dipelajari? Simak Penjelasan Mendasarnya

SURABAYA | BERITA ADIKARA – Diskursus mengenai tingkat kesulitan dalam mempelajari hukum pidana dibandingkan dengan hukum perdata kerap menjadi pertanyaan mendasar, tidak hanya bagi mahasiswa yang baru menempuh pendidikan di fakultas hukum, tetapi juga bagi masyarakat umum.
Secara fundamental, Hukum Perdata didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang mengatur hubungan hukum privat antara dua pihak atau lebih, yakni interaksi antara orang dengan orang. Kodifikasi hukum ini secara tertulis tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek.
Di dalamnya terdapat empat substansi utama yang menjadi pilar, yakni aturan tentang Orang, Kebendaan, Perikatan, serta aspek Pembuktian dan Daluwarsa.
Kompleksitas hukum perdata tidak hanya berhenti pada kitab undang-undang tersebut. Cakupannya meluas pada berbagai regulasi spesifik di luar KUH Perdata yang mengatur aspek kehidupan masyarakat secara mendetail.
Hal ini meliputi Hukum Perkawinan, Hukum Pertanahan, Hukum Perdagangan, Hukum Perusahaan, hingga Hukum Waris, yang masing-masing memiliki undang-undang tersendiri.

Di sisi lain, Hukum Pidana memiliki karakteristik yang berbeda secara signifikan.
Hukum ini mengatur hubungan vertikal antara warga negara dengan negara. Dalam mekanisme penegakannya, kehadiran negara memiliki wujud institusional yang nyata.
Negara dalam konteks hukum pidana dipersonifikasikan oleh Jaksa, yang bertindak mewakili kepentingan negara dan publik dalam menuntut pelanggar hukum.
Dengan demikian, bagi kalangan awam yang belum pernah menyentuh literasi hukum formal, membedakan keduanya memang bisa menjadi tantangan tersendiri.
Namun dengan memahami bahwa hukum perdata berfokus pada sengketa antar-pribadi dengan cakupan aturan yang sangat luas, sementara hukum pidana menitikberatkan pada otoritas negara dalam menindak pelanggaran, masyarakat dapat lebih bijak melihat bobot dan karakteristik masing-masing cabang hukum tersebut.










