Iran Putuskan Hubungan dengan Pengawas Nuklir PBB: Ketegangan Diplomatik Meningkat

Teheran, 2 Juli 2025 — Pemerintah Iran secara resmi menghentikan seluruh bentuk kerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang merupakan lembaga pengawas nuklir di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Langkah ini diumumkan setelah Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menandatangani undang-undang yang disahkan oleh Parlemen Iran, sebagai respons atas serangkaian serangan udara yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Israel terhadap sejumlah fasilitas nuklir penting di negaranya.
Dalam beberapa pekan terakhir, ketegangan di kawasan Timur Tengah meningkat drastis setelah pasukan AS dan Israel menggempur sejumlah instalasi nuklir strategis milik Iran, termasuk di Fordow, Isfahan, dan Natanz. Pemerintah Iran menganggap serangan tersebut sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan negara dan bentuk agresi militer yang melanggar hukum internasional.
Parlemen Iran menanggapi situasi ini dengan cepat. Dalam pemungutan suara yang hampir bulat, 221 dari 223 anggota parlemen menyetujui penghentian kerja sama dengan IAEA. Mereka menilai IAEA gagal menjalankan perannya secara netral dan justru menjadi alat politik Barat.
Melalui kebijakan terbaru ini, semua bentuk pengawasan oleh IAEA di wilayah Iran resmi dihentikan, termasuk:
- Pelarangan inspeksi ke fasilitas nuklir,
- Penghentian pemasangan dan pemantauan kamera,
- Tidak ada lagi pelaporan data ke IAEA mengenai pengayaan uranium dan pengembangan teknologi.
Kebijakan ini bersifat sementara, namun akan tetap berlaku hingga Iran menerima jaminan keamanan dari komunitas internasional terhadap instalasi nuklir dan tenaga ahli yang terlibat.
Langkah yang diambil Iran ini langsung memicu reaksi keras dari berbagai negara.
- Amerika Serikat menyatakan bahwa keputusan Iran memperburuk situasi global dan menimbulkan kekhawatiran serius mengenai proliferasi senjata nuklir.
- Jerman dan Prancis menilai tindakan Iran berisiko memutus semua bentuk transparansi dan dapat memicu krisis kepercayaan terhadap komitmen non-proliferasi nuklir.
- Israel secara terbuka menyerukan kepada negara-negara anggota perjanjian nuklir 2015 (JCPOA) agar segera mengaktifkan mekanisme snapback sanctions—sanksi otomatis terhadap Iran karena pelanggaran kesepakatan.
Sementara itu, IAEA dalam pernyataan resminya menyatakan keprihatinan mendalam. Direktur Jenderal Rafael Grossi mengungkapkan bahwa tanpa kerja sama dari Iran, komunitas internasional akan kehilangan kemampuan untuk memastikan program nuklir negara itu tetap digunakan untuk tujuan damai.
Keputusan Iran keluar dari pengawasan IAEA dikhawatirkan akan mempercepat proses pengayaan uranium hingga mendekati tingkat senjata. Para analis menyebutkan bahwa:
- Iran telah memiliki kapasitas teknis untuk memproduksi uranium yang diperkaya lebih dari 60%, sebuah ambang yang mengkhawatirkan bagi stabilitas regional.
- Tanpa inspeksi, pengembangan fasilitas nuklir bawah tanah Iran akan sulit dipantau, memperbesar potensi konfrontasi militer di masa depan.
Iran selama ini merupakan negara anggota Non-Proliferation Treaty (NPT), perjanjian internasional yang bertujuan mencegah penyebaran senjata nuklir. Dengan langkah pemutusan hubungan dengan IAEA, para pengamat khawatir bahwa Iran tengah membuka jalan untuk keluar dari NPT secara de facto.
Negara-negara tetangga di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Qatar, dan UEA telah menyatakan keprihatinan mereka. Mereka mendesak agar Iran dan negara-negara besar kembali ke meja perundingan dan mencegah krisis yang lebih luas.
Langkah Iran untuk memutus kerja sama dengan pengawas nuklir internasional menjadi babak baru dalam ketegangan geopolitik global, khususnya di kawasan Timur Tengah. Dunia kini menunggu apakah tindakan ini akan berujung pada diplomasi baru atau justru mendorong wilayah tersebut semakin dekat ke jurang konfrontasi.
Sebagian pihak berharap bahwa tekanan internasional dan diplomasi tingkat tinggi akan mendorong Iran untuk mengkaji ulang keputusannya dan membuka kembali jalur komunikasi dengan IAEA. Namun hingga saat ini, pemerintah Teheran belum menunjukkan tanda-tanda untuk mundur dari sikap tegasnya.