Irvian ‘Sultan Kemnaker’ dan Dugaan Pemerasan Sertifikasi K3: Kronologi Kasus OTT KPK

0
29
https://beritaadikara.com/?p=2486&preview=true

Jakarta, 25 Agustus 2025 — Nama Irvian Bobby Mahendro Putro, yang lebih dikenal dengan julukan ‘Sultan Kemnaker’, kembali menjadi sorotan publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan sejumlah pejabat Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT). Irvian, yang menjabat sebagai Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), diduga menerima aliran dana besar dari praktik pemerasan terkait penerbitan sertifikasi K3.

Kasus ini mencuat setelah KPK menelusuri dugaan korupsi yang dilakukan mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer (Noel), dalam pengurusan sertifikat K3. Berdasarkan hasil penyelidikan, biaya resmi sertifikasi K3 yang seharusnya hanya Rp275.000 dibebankan hingga Rp6 juta. Selisih biaya tersebut kemudian dialirkan ke sejumlah pejabat Kemnaker. Total dana yang dikumpulkan diperkirakan mencapai Rp81 miliar, dan Irvian disebut sebagai penerima terbesar dengan aliran dana sekitar Rp69 miliar.

Julukan ‘Sultan Kemnaker’ muncul karena gaya hidup Irvian yang mewah dan kekayaan yang terlihat mencolok di mata publik. KPK menemukan berbagai aset milik Irvian yang tidak sesuai dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terakhir yang dilaporkannya. Dalam laporan terakhir pada 2 Maret 2022, Irvian mencatatkan harta senilai Rp3,9 miliar, jauh lebih kecil dibandingkan jumlah dana yang ditemukan dalam OTT KPK. Temuan ini menimbulkan dugaan kuat tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Sejumlah barang bukti yang disita KPK menguatkan dugaan tersebut. Salah satunya adalah sepeda motor Ducati yang diberikan Irvian kepada Noel dan ditemukan di rumah anak Noel. Selain itu, KPK juga menyita 15 mobil dan 7 sepeda motor yang sebagian besar merupakan milik Irvian. Aset mewah ini menunjukkan betapa luasnya kekayaan Irvian di luar catatan resmi pemerintah.

Tidak hanya soal kendaraan mewah, penyidik juga menemukan indikasi bahwa dana tersebut digunakan untuk berbagai kebutuhan pribadi Irvian, termasuk hadiah untuk Noel, membiayai gaya hidup, dan investasi yang belum jelas sumbernya. Semua temuan ini menegaskan dugaan bahwa dana tersebut berasal dari praktik pemerasan dalam penerbitan sertifikasi K3, bukan dari sumber sah yang diakui negara.

KPK membuka peluang untuk menjerat Irvian dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Penelusuran aset dan aliran dana menjadi fokus utama, karena jumlah harta yang dimiliki Irvian jauh melampaui laporan LHKPN-nya. Jika terbukti, Irvian berpotensi menghadapi hukuman pidana korupsi serta sanksi tambahan terkait pencucian uang.

Dalam pernyataannya, Kementerian Ketenagakerjaan menegaskan komitmen penuh untuk bekerja sama dengan KPK. Kemnaker juga memastikan akan memperbaiki sistem penerbitan sertifikasi K3 agar lebih transparan dan akuntabel, sekaligus mencegah praktik penyalahgunaan kewenangan yang serupa di masa mendatang.

Kasus ‘Sultan Kemnaker’ ini menjadi peringatan bagi seluruh pejabat publik terkait risiko korupsi yang dapat terjadi di lembaga pemerintahan. Praktik pemerasan yang terjadi di balik struktur birokrasi tinggi menunjukkan bagaimana kekuasaan dapat disalahgunakan untuk keuntungan pribadi.

Publik kini menunggu proses hukum terhadap Irvian dan pihak-pihak terkait. Bagaimana pengadilan menilai besaran harta yang tidak sesuai laporan resmi, serta penerapan pasal TPPU, akan menjadi babak penting dalam menegakkan keadilan. Kasus ini juga menjadi cermin bagi pemerintah dan masyarakat bahwa integritas, transparansi, dan akuntabilitas adalah kunci dalam pengelolaan jabatan publik.

Dengan OTT dan penyitaan aset mewah, Irvian ‘Sultan Kemnaker’ bukan lagi sekadar nama, melainkan simbol kontroversi dan sorotan tajam publik terhadap praktik korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di Kemnaker. Efek jera dari kasus ini diharapkan dapat mendorong reformasi birokrasi dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah di Indonesia.

Leave a reply