Israel dan Palestina Capai Gencatan Senjata Tahap Pertama, Dunia Sambut dengan Harapan Baru

0
51
https://beritaadikara.com/israel-dan-hamas-capai-gencatan-senjata-tahap-pertama-dunia-sambut-dengan-harapan-baru/

Gaza | Berita Adikara Setelah berbulan-bulan ketegangan dan pemeboman oleh israel yang menewaskan ribuan warga sipil, secercah harapan akhirnya muncul di Gaza. Pemerintah Israel dan Militan Hamas Palestina telah menyepakati gencatan senjata tahap pertama, menandai titik balik penting dalam upaya menghentikan genosida yang berkepanjangan di Jalur Gaza.

Kesepakatan tersebut diumumkan pada Kamis (9/10/2025) malam waktu setempat, setelah melalui perundingan intensif di Sharm el-Sheikh, Mesir, dengan mediasi dari Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar. Pembahasan yang berlangsung selama lebih dari seminggu itu akhirnya menghasilkan kesepakatan yang mencakup penghentian sementara serangan militer, pertukaran tahanan, dan pembukaan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Menurut laporan Reuters dan The Guardian, perjanjian tersebut akan mulai berlaku dalam 24 jam setelah disetujui oleh kabinet keamanan Israel. Sebagai bagian dari kesepakatan, Hamas akan membebaskan sekitar 20 sandera yang masih hidup serta menyerahkan jenazah korban lainnya dalam waktu 72 jam setelah gencatan dimulai.

Sebagai timbal balik, Israel akan membebaskan sekitar 2.000 tahanan Palestina, termasuk beberapa perempuan dan anak-anak yang ditahan karena tuduhan ringan terkait aksi protes di wilayah Tepi Barat. Langkah ini diharapkan dapat menjadi fondasi bagi fase kedua perundingan yang lebih komprehensif.

Selain itu, Israel juga setuju menarik sebagian pasukan dari wilayah utara Gaza, memberi ruang bagi lembaga internasional untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan, bahan pangan, serta obat-obatan bagi warga sipil yang selama ini terisolasi akibat blokade militer.

Gencatan senjata ini merupakan hasil dari upaya diplomatik yang sangat rumit dan melelahkan. Perundingan dilakukan secara tidak langsung antara perwakilan Israel dan Hamas melalui mediator dari Amerika Serikat dan Mesir.

Sumber diplomatik menyebut, negosiasi berlangsung di bawah tekanan internasional yang tinggi. Presiden AS Donald Trump, yang kembali aktif mempromosikan rencana perdamaian Timur Tengah versi baru, mendorong kedua pihak agar mencapai kesepakatan awal sebagai bagian dari “Rencana Perdamaian 20 Poin” yang disusun Gedung Putih.

Mesir berperan penting sebagai tuan rumah negosiasi, sementara Qatar membantu menjembatani komunikasi dengan perwakilan Hamas di luar negeri. Para diplomat menggambarkan proses ini sebagai “maraton diplomatik” yang melibatkan puluhan jam negosiasi tertutup, revisi dokumen, dan tekanan politik dari berbagai pihak.

Meskipun kesepakatan ini disambut baik oleh sebagian besar masyarakat internasional, reaksi di dalam negeri Israel dan Palestina masih beragam.

Beberapa menteri sayap kanan Israel menolak keras kesepakatan tersebut, dengan alasan bahwa pembebasan ribuan tahanan Palestina dapat “mengancam keamanan nasional.” Namun, Perdana Menteri Israel menegaskan bahwa keputusan ini merupakan langkah strategis untuk “mengakhiri penderitaan warga Israel yang masih menjadi sandera di Gaza.”

Di sisi lain, Hamas melalui juru bicaranya di Gaza menyatakan bahwa kesepakatan ini adalah “kemenangan kemanusiaan dan bukti bahwa perlawanan bisa memaksa musuh untuk bernegosiasi.” Namun Hamas juga menegaskan bahwa mereka akan tetap waspada terhadap setiap pelanggaran dari pihak Israel.

Meski menjadi titik terang, implementasi gencatan senjata ini dipenuhi dengan berbagai tantangan. Pengawasan di lapangan akan dilakukan oleh sekitar 200 personel militer Amerika Serikat, yang ditugaskan memantau kepatuhan kedua belah pihak terhadap kesepakatan. Mereka akan bekerja sama dengan tim PBB serta lembaga kemanusiaan seperti Palang Merah Internasional (ICRC).

Namun, banyak pengamat menilai bahwa keberhasilan jangka panjang gencatan senjata ini masih belum terjamin. Israel masih mempertahankan kendali di beberapa titik strategis Gaza dan menolak menarik seluruh pasukannya sebelum tahap kedua kesepakatan dibahas.

Di sisi lain, kondisi kemanusiaan di Gaza tetap memprihatinkan. Infrastruktur hancur, listrik hanya menyala beberapa jam per hari, dan ratusan ribu warga masih tinggal di tenda-tenda pengungsian. Bantuan internasional mulai berdatangan, tetapi distribusinya masih terhambat oleh kerusakan jalan dan blokade administratif.

Bagi masyarakat Palestina, kesepakatan ini menjadi secercah harapan di tengah gelombang penderitaan. Di Rafah, ratusan warga berkumpul untuk menyambut kabar gencatan senjata dengan doa bersama. Seorang ibu bernama Aisha Al-Masri, yang kehilangan dua anak dalam serangan udara beberapa bulan lalu, berkata lirih, “Kalau ini benar-benar damai, semoga tidak hanya sementara. Kami ingin anak-anak kami tumbuh tanpa suara bom.”

Sementara di Tel Aviv, sejumlah keluarga sandera juga menyambut kabar ini dengan tangis haru. Mereka berharap proses pertukaran berjalan lancar agar anggota keluarga mereka bisa segera kembali ke rumah.

Gencatan senjata ini hanyalah langkah awal dari perjalanan panjang menuju perdamaian abadi. Tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan bahwa kedua pihak tetap mematuhi kesepakatan, serta bagaimana komunitas internasional dapat menjamin keamanan dan rekonstruksi Gaza tanpa memicu konflik baru.

Banyak pihak berharap, fase pertama ini akan membuka jalan bagi perundingan politik yang lebih substansial, termasuk pembahasan status Gaza, kontrol perbatasan, dan masa depan pemerintahan Palestina.

Namun bagi warga di lapangan, makna sesungguhnya dari gencatan senjata bukanlah pada perjanjian politik di atas kertas — melainkan kemungkinan untuk hidup kembali dengan damai, tanpa dentuman bom, tanpa kehilangan orang yang dicintai.

Gencatan senjata Israel–Palestina kali ini mungkin belum menjawab semua persoalan yang telah mengakar selama puluhan tahun. Namun, bagi dunia yang lelah menyaksikan darah tumpah di Gaza, kesepakatan ini adalah awal dari doa panjang yang akhirnya terjawab — setidaknya untuk sementara waktu.

Leave a reply