Kelangkaan BBM di SPBU Swasta: Dampak Kebijakan ESDM dan Gelombang Kebutuhan Non-Subsidi

Kelangkaan BBM di SPBU Swasta: Dampak Kebijakan ESDM dan Gelombang Kebutuhan Non-Subsidi
Jakarta, September 2025 — Sejak Agustus 2025, warga pengguna SPBU swasta seperti Shell, BP-AKR, dan Vivo mulai menghadapi kenyataan tidak lagi selalu menemukan jenis BBM non-subsidi di sejumlah stasiun pengisian, terutama bensin dengan RON tinggi. Beberapa SPBU bahkan hanya menjual satu tipe tertentu, sementara varian lain kosong stoknya. Kelangkaan ini mendorong ESDM turun tangan, melakukan pemetaan penyebab, serta upaya kebijakan untuk meredam kekosongan stok dan ketidaknyamanan masyarakat.
Salah satu pemicu utama kelangkaan adalah pergeseran konsumsi masyarakat dari BBM bersubsidi (seperti Pertalite) ke BBM non-subsidi. Kebijakan registrasi lewat QR Code untuk pembelian Pertalite membuat sebagian konsumen yang tidak memenuhi syarat beralih ke opsi non-subsidi, terutama di SPBU swasta. ESDM mencatat bahwa peralihan (shifting) ini mencapai sekitar 1,4 juta kiloliter dalam beberapa bulan terakhir.
Lonjakan permintaan ini menciptakan tekanan berat pada stok di SPBU swasta. Varian bensin non-subsidi dengan RON tinggi seperti Shell Super (RON 92), Shell V-Power (RON 95), Shell V-Power Nitro+ (RON 98), serta BP Ultimate, sempat banyak yang kosong stoknya.
Selain kenaikan permintaan, kebijakan pemerintah melalui ESDM juga menjadi faktor yang memperparah kelangkaan. Beberapa perubahan dilakukan terkait izin impor BBM bagi SPBU swasta:
- Izin impor yang tadinya berlaku setahunan kini menjadi setiap 6 bulan, dengan evaluasi berkala tiap 3 bulan. Hal ini membuat perencanaan pengadaan menjadi lebih sulit bagi SPBU swasta.
- Kuota impor BBM untuk SPBU swasta memang sudah ditambah 10 % dari kuota tahun 2024 guna memenuhi kebutuhan 2025. Namun penambahan ini tetap dianggap kurang oleh badan usaha karena kebutuhan non-subsidi melampaui prediksi awal.
Kebijakan impor ini juga dipengaruhi oleh regulasi sinkronisasi volume dan spesifikasi antara SPBU swasta dan Pertamina, di mana SPBU swasta diminta untuk menjalin koordinasi agar pasokan BBM tercukupi dan sesuai dengan standar.
Menanggapi kekosongan stok dan protes konsumen, ESDM melakukan berbagai upaya:
- Rapat koordinasi antara ESDM, Direktorat Jenderal Migas, Pertamina, dan pengelola SPBU swasta (Shell, BP, Vivo) untuk membahas sinkronisasi impor dan pembelian stok BBM.
- Kajian impor untuk tahun 2026: SPBU swasta diminta membuat analisis kebutuhan impor dan spesifikasi BBM agar kebijakan tahun depan bisa lebih siap dan tidak mengulangi masalah saat ini.
- Mengajak SPBU swasta membeli stok BBM dari kilang Pertamina, apabila impor tidak memadai. Ini dianggap sebagai opsi untuk menjaga kelancaran pasokan dan mengantisipasi kekurangan.
- ESDM memastikan bahwa tidak akan terjadi lonjakan harga BBM akibat kelangkaan di SPBU swasta, dengan syarat spesifikasi dan volume dari Pertamina bisa dipenuhi. Stabilitas harga menjadi prioritas agar masyarakat tidak terbebani lebih jauh.
Beberapa pelaku SPBU swasta menyampaikan bahwa perubahan izin impor dan regulasi secara mendadak membuat mereka sulit menyesuaikan rantai pasok. Proses perizinan, pengaturan spek produk, dan logistik impor memerlukan waktu dan kepastian. Bila izin hanya berlaku 6 bulan, sementara persiapan impor memakan waktu lebih lama, risiko stok kosong menjadi nyata.
Selain itu, menyarankan SPBU swasta membeli stok dari Pertamina, meski memungkinkan, tidak selalu mudah. Beberapa varian BBM non-subsidi memiliki formula spesifikasi berbeda atau merk dagang yang menjadi identitas produk swasta, sehingga kesesuaian spesifikasi dan branding menjadi isu penting.
Kelangkaan BBM di SPBU swasta adalah kombinasi dari lonjakan permintaan non-subsidi, perubahan regulasi impor, dan kebutuhan sinkronisasi pasokan BBM. Meski pemerintah telah mengambil berbagai langkah responsif, seperti penambahan kuota, imbauan kerjasama B2B, dan pemetaan kebutuhan impor untuk tahun depan, tantangan masih besar.
Masyarakat berharap agar proses impor dan distribusi menjadi lebih lancar, tanpa kesenjangan antara kebutuhan dan kebijakan. Transparansi tentang izin impor dan spesifikasi produk juga penting agar tidak terjadi ketidakpastian di lapangan.
Jika kebijakan ESDM dan implementasinya berjalan baik, dan SPBU swasta serta Pertamina bisa bersinergi, maka stok BBM non-subsidi bisa kembali stabil, harga tetap terkendali, dan keraguan publik akan mulai mereda. Namun apabila kantornya lamban merespon dan regulasi terus berubah-ubah tanpa kepastian, maka kelangkaan ini bisa terus meluas dan merugikan banyak pihak.
Prabowo Siap Ciptakan Jutaan Lowongan Kerja Baru, Berikut Rinciannya
12 September 2025