Kemenkeu Target Pajak dari Media Sosial, Siapkan Strategi Digital Hadapi Tantangan 2026

Jakarta, 14 Juli 2025 — Dalam upaya memperkuat pondasi penerimaan negara menuju tahun 2026, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia tengah menyiapkan strategi inovatif yang menyasar ekonomi digital, termasuk aktivitas ekonomi berbasis media sosial. Langkah ini menjadi bagian dari perencanaan besar untuk mencapai target tax ratio nasional sebesar 10,08% hingga 10,45% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Langkah strategis ini tertuang dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2026, dan menandai tekad pemerintah dalam menggali sumber-sumber pajak baru dari sektor yang selama ini belum tergarap secara maksimal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan bahwa aktivitas ekonomi di ruang digital, terutama di platform media sosial, semakin marak dan memiliki nilai ekonomi yang besar. Mulai dari bisnis online, influencer marketing, live selling, hingga konten berbayar menjadi sumber penghasilan bagi jutaan pelaku usaha digital—yang sebagian besar belum masuk dalam basis data wajib pajak resmi.
Untuk itu, Kemenkeu akan menyusun regulasi dan sistem pelacakan berbasis teknologi guna mengidentifikasi aktivitas ekonomi yang layak dikenai kewajiban perpajakan. Fokusnya tidak hanya pada platform besar seperti TikTok, Instagram, dan YouTube, tetapi juga pada pelaku usaha mikro yang memanfaatkan media sosial sebagai sarana utama promosi dan transaksi.
Sebagai penopang kebijakan ini, pemerintah mengandalkan sejumlah sistem digital yang telah dibangun dan dikembangkan, seperti Coretax Administration System, CEISA (Customs-Excise Information System and Automation), dan SIMPONI (Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Online). Sistem ini akan diintegrasikan untuk menciptakan mekanisme pemantauan yang real time, transparan, dan minim manipulasi.
Dengan dukungan teknologi big data analytics dan manajemen risiko kepatuhan (compliance risk management), pemerintah dapat menyisir aktivitas ekonomi digital secara presisi—mengidentifikasi transaksi besar, pola penghasilan, dan potensi penghindaran pajak.
Untuk memperkuat pengawasan dan penegakan, Kemenkeu akan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), serta kementerian dan lembaga terkait dalam menyusun kebijakan dan melakukan pengawasan silang.
Selain pemutakhiran sistem, mekanisme seperti joint audit, investigasi digital, serta pertukaran data dengan perusahaan teknologi dan platform marketplace akan menjadi bagian dari strategi jangka menengah pemerintah dalam memastikan kepatuhan pajak dari sektor informal digital.
Meski pemerintah menargetkan peningkatan penerimaan, Sri Mulyani memastikan bahwa pendekatan ini tetap mengedepankan inklusivitas dan perlindungan bagi pelaku usaha kecil. Insentif pajak untuk UMKM, edukasi perpajakan digital, serta kemudahan dalam pelaporan dan pembayaran akan menjadi bagian dari upaya membangun kepercayaan dan partisipasi sukarela dari masyarakat digital.
“Pemerintah tidak ingin mematikan ekosistem digital. Sebaliknya, kita ingin memastikan setiap pihak berkontribusi secara proporsional terhadap pembangunan,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers terakhir.
Hingga pertengahan 2025, penerimaan negara dari pajak digital belum maksimal. Realisasi baru mencapai sekitar 25% dari target tahunan. Namun demikian, pemerintah tetap optimistis bahwa reformasi sistem, peningkatan literasi pajak, dan kemitraan strategis dengan platform digital dapat meningkatkan kinerja pajak secara signifikan di tahun depan.
Dengan basis pajak yang semakin luas dan sistem pelaporan yang terintegrasi, pemerintah berharap akan tercipta sistem perpajakan yang adil, transparan, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Langkah Kementerian Keuangan dalam menggali potensi pajak dari media sosial merupakan respons cerdas terhadap dinamika ekonomi digital yang berkembang pesat. Dengan digitalisasi sistem perpajakan, kolaborasi lintas sektor, dan semangat transparansi, pemerintah menunjukkan komitmen kuat untuk memperkuat penerimaan negara secara berkelanjutan tanpa menghambat inovasi dan pertumbuhan ekonomi.
Jika strategi ini berhasil, Indonesia tidak hanya akan mencapai target fiskal, tetapi juga menegaskan posisinya sebagai negara yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dalam sistem perpajakannya.