KSP Siapkan Kajian Kebijakan Impor BBM Satu Pintu Lewat Pertamina

KSP Siapkan Kajian Kebijakan Impor BBM Satu Pintu Lewat Pertamina
Jakarta, September 2025 — Di tengah polemik kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang melanda sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta, Kantor Staf Presiden (KSP) memastikan akan melakukan kajian mendalam terkait rencana penerapan skema impor BBM satu pintu. Gagasan ini menempatkan PT Pertamina (Persero) sebagai pusat koordinasi utama, sehingga semua proses impor BBM, baik untuk kebutuhan Pertamina sendiri maupun SPBU swasta, akan dikendalikan melalui satu lembaga.
Sejak Agustus 2025, publik di beberapa kota besar mengeluhkan sulitnya mendapatkan BBM non-subsidi di SPBU swasta. Beberapa SPBU yang selama ini menjual BBM dengan kualitas dan varian tertentu mulai kehabisan stok karena kuota impor mereka terbatas. Situasi ini membuat antrean mengular di SPBU Pertamina, sementara konsumen yang biasa mengisi di SPBU swasta merasa dirugikan.
Menanggapi kondisi tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengarahkan agar SPBU swasta yang membutuhkan tambahan pasokan harus bekerja sama dengan Pertamina. Dengan begitu, suplai dapat dijaga dan distribusi tetap berjalan. Namun kebijakan ini masih memunculkan banyak pertanyaan di masyarakat maupun pengusaha SPBU swasta.
Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari, menjelaskan bahwa rencana impor satu pintu tidak lahir secara tiba-tiba. Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah agar kebutuhan BBM, terutama non-subsidi, tetap terpenuhi secara stabil. Pertamina akan menjadi pintu masuk utama impor, sementara SPBU swasta diminta menyerahkan data kebutuhan mereka, seperti volume, jenis bahan bakar, dan wilayah distribusi.
Dengan sistem ini, pemerintah berharap pasokan bisa lebih terkoordinasi, transparan, dan terhindar dari praktik impor yang tumpang tindih. Namun, Qodari menegaskan bahwa KSP tidak akan serta-merta melaksanakan kebijakan tanpa kajian komprehensif. Menurutnya, setiap kebijakan berangkat dari niat baik, tetapi seringkali menyimpan “blind spot” atau titik buta yang berpotensi menimbulkan masalah baru bila tidak diperhitungkan matang-matang.
Beberapa hal yang menjadi perhatian KSP antara lain adalah perbedaan spesifikasi BBM yang dipasarkan oleh SPBU swasta. Misalnya, SPBU internasional memiliki standar bahan bakar tertentu yang tidak selalu sama dengan produk Pertamina. Jika mekanisme impor dipusatkan hanya lewat Pertamina, maka perlu dipastikan kualitas dan spesifikasi yang dipasok tetap sesuai standar internasional agar konsumen tidak dirugikan.
Selain itu, masalah distribusi juga menjadi sorotan. Kapasitas logistik Pertamina harus benar-benar siap untuk menyalurkan BBM ke seluruh SPBU swasta di berbagai wilayah. Tanpa perencanaan matang, risiko keterlambatan distribusi atau ketidakmerataan suplai bisa saja muncul. Qodari menegaskan bahwa kajian KSP akan mencakup aspek teknis, sosial, dan ekonomi agar kebijakan tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.
Gagasan impor satu pintu juga menimbulkan pro dan kontra di kalangan pelaku usaha. Sebagian pihak khawatir kebijakan ini akan menciptakan monopoli Pertamina dan membatasi ruang gerak SPBU swasta. Mereka meminta agar harga, mekanisme distribusi, dan kualitas BBM dijaga dengan transparan. Tanpa hal tersebut, masyarakat khawatir harga di SPBU non-subsidi justru semakin mahal akibat biaya tambahan dari mekanisme impor baru.
Di sisi lain, ada pula yang melihat kebijakan ini sebagai langkah positif. Dengan adanya satu pintu, pemerintah dapat lebih mudah mengawasi proses impor dan menekan potensi penyalahgunaan izin. Selain itu, kebijakan ini bisa memperkuat posisi Pertamina sebagai badan usaha milik negara yang bertugas menjaga ketahanan energi nasional.
KSP memastikan bahwa kajian tidak hanya fokus pada aspek teknis semata, melainkan juga memperhitungkan dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas. Jika kebijakan ini dijalankan, maka akan ada konsekuensi bagi konsumen, pemilik SPBU swasta, hingga pekerja yang menggantungkan hidupnya pada kelancaran distribusi BBM. Transparansi, kolaborasi dengan pihak swasta, serta kesiapan infrastruktur menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.
Qodari menambahkan bahwa hasil kajian KSP nantinya akan diserahkan sebagai masukan kepada Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah berharap keputusan yang diambil tidak hanya menyelesaikan persoalan jangka pendek, tetapi juga mampu menjawab tantangan jangka panjang terkait ketahanan energi nasional.
Wali Kota Prabumulih Klarifikasi Polemik Pemecatan Kepsek SMPN 1
19 September 2025