Lima Negara G7 Bersiap Mengakui Kedaulatan Palestina: Babak Baru Diplomasi Global

0
64

Agustus 2025 — Di tengah situasi politik internasional yang terus bergejolak, khususnya terkait konflik berkepanjangan di Timur Tengah, sebuah langkah diplomatik penting mulai terlihat dari panggung negara-negara maju. Sedikitnya lima negara anggota G7 kini berada di jalur untuk secara resmi mengakui kedaulatan Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Perubahan sikap ini dinilai sebagai salah satu momen diplomasi paling signifikan dalam dekade terakhir, mengingat selama bertahun-tahun isu pengakuan Palestina kerap terhambat oleh pertimbangan politik dan tekanan internasional.

Langkah ini diawali oleh Perancis, yang secara resmi mengumumkan niatnya untuk mengakui Palestina pada pertemuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bulan September mendatang. Presiden Emmanuel Macron menegaskan bahwa pengakuan ini sejalan dengan prinsip keadilan internasional, penghormatan terhadap hak rakyat Palestina, dan upaya mendorong solusi dua negara yang diakui secara luas oleh komunitas internasional.

Bagi Perancis, keputusan ini bukan sekadar simbol politik. Negara tersebut telah lama menjadi salah satu pemain utama diplomasi Eropa yang aktif menyerukan dialog damai. Dengan langkah pengakuan resmi, Paris berharap dapat memberi dorongan nyata bagi proses perdamaian yang kini stagnan.

Menyusul langkah Perancis, Inggris mengisyaratkan akan melakukan hal serupa. Perdana Menteri Inggris menyatakan bahwa negaranya akan mengakui Palestina dengan catatan adanya kemajuan dalam gencatan senjata dan komitmen untuk tidak melakukan aneksasi wilayah baru di Tepi Barat. Bagi Inggris, pengakuan ini dipandang sebagai strategi diplomatik untuk menghidupkan kembali negosiasi yang hampir mati.

Di sisi lain, Kanada juga mulai bergerak ke arah yang sama, meskipun dengan pendekatan lebih hati-hati. Ottawa mensyaratkan adanya reformasi internal di tubuh Otoritas Palestina, termasuk pelaksanaan pemilihan umum yang demokratis dan komitmen untuk membentuk negara tanpa angkatan bersenjata. Syarat ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa negara Palestina berdiri di atas fondasi stabilitas dan tata kelola yang baik.

Langkah signifikan juga datang dari belahan bumi selatan, ketika Australia mengumumkan rencananya untuk mendukung pengakuan Palestina di forum PBB. Perdana Menteri Anthony Albanese menyebut bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari tanggung jawab moral negaranya terhadap krisis kemanusiaan di Gaza.

Sementara itu, Malta, meski bukan anggota G7, ikut menjadi bagian dari arus dukungan ini. Pemerintah Malta diperkirakan akan mengumumkan pengakuan resminya pada agenda sidang umum PBB yang sama.

Daftar Lima Negara G7 yang Menyatakan Dukungan

Dari tujuh negara anggota G7, kini lima di antaranya telah menyatakan dukungan terhadap pengakuan Palestina:

  1. Perancis – penggagas langkah pengakuan awal.
  2. Inggris – dengan prasyarat gencatan senjata dan penolakan aneksasi.
  3. Kanada – mensyaratkan reformasi politik dan pemerintahan demokratis.
  4. Australia – mengedepankan aspek kemanusiaan dan perdamaian.
  5. Malta – meski bukan anggota G7, ikut bergabung dalam momen ini.

Langkah-langkah ini disambut gembira oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang menyebutnya sebagai “angin segar bagi perjuangan rakyat Palestina.” Hamas, meskipun memiliki perbedaan politik internal dengan Abbas, turut menilai pengakuan ini sebagai penguatan legitimasi perjuangan mereka.

Namun, reaksi berlawanan datang dari Israel. Pemerintah Israel menuding langkah pengakuan ini sebagai “hadiah bagi terorisme” dan memperingatkan bahwa hal tersebut dapat memperburuk situasi keamanan. Beberapa tokoh politik di Amerika Serikat juga mengkritik keras keputusan negara-negara G7 ini, menilai bahwa pengakuan sepihak berpotensi merusak peluang perundingan damai.

Bagi banyak pengamat hubungan internasional, pengakuan oleh negara-negara G7 memiliki bobot yang lebih dari sekadar deklarasi politik. Langkah ini berpotensi meningkatkan tekanan internasional terhadap Israel untuk membuka kembali pintu negosiasi, sekaligus memberi dukungan moral dan legitimasi politik kepada Otoritas Palestina.

Secara historis, solusi dua negara telah menjadi kerangka paling realistis untuk mengakhiri konflik Israel–Palestina. Namun, kebuntuan diplomatik, eskalasi kekerasan, dan pembangunan pemukiman ilegal di wilayah pendudukan telah membuat proses tersebut nyaris mustahil. Karena itu, pengakuan resmi dari negara-negara berpengaruh di dunia bisa menjadi katalis yang memaksa kedua belah pihak kembali ke meja perundingan.

Langkah lima negara G7 ini tidak hanya menjadi titik balik bagi isu Palestina, tetapi juga mencerminkan perubahan peta diplomasi global. Negara-negara besar kini mulai lebih terbuka untuk mengambil posisi tegas, meskipun berpotensi memicu ketegangan dengan sekutu lama.

Ke depan, dunia akan menyaksikan apakah pengakuan ini akan benar-benar memicu kemajuan menuju perdamaian, atau justru memperkeruh situasi di lapangan. Namun, yang jelas, arus dukungan ini menandai bahwa isu Palestina kembali menjadi prioritas utama di agenda politik internasional.

Leave a reply