Malam Longsor di Grasberg: 7 Pekerja Terjebak, Upaya Penyelamatan Berlanjut

Malam Longsor di Grasberg: 7 Pekerja Terjebak, Upaya Penyelamatan Berlanjut
Timika, Papua Tengah — Senin malam, 8 September 2025, sekitar pukul 22.00 WIT, suasana berdentum di kedalaman perut bumi Grasberg Block Cave (GBC), tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia, ketika material basah secara tiba-tiba membanjiri satu drawpoint produksi. Tubuh bebatuan dan lumpur menyusup ke terowongan, menutup jalur keluar menuju tempat kerja, dan menjebak tujuh kontraktor di dalam terowongan gelap nan berat. Kejadian itu memicu upaya penyelamatan besar-besar yang hingga hari ini belum sepenuhnya membuahkan hasil.
Material basah — dikenal dalam dunia pertambangan sebagai wet muck — masuk dari satu titik produksi di salah satu dari lima blok penambangan di GBC. Aliran ini tidak hanya memblokir akses utama bagi para pekerja yang berada di terowongan kerja, tetapi juga memotong jalur evakuasi, membatasi pasangan koneksi keluar masuk satelit atau jalur darurat. Pekerja sempat melakukan kontak melalui handy talkie (HT), memungkinkan tim penyelamat memperkirakan posisi mereka. Namun komunikasi kemudian terputus—kemungkinan karena baterai alat habis atau terganggu oleh kondisi fisik jalur yang terendam dan terhambat lumpur.
Sadar akan situasi darurat, manajemen Freeport menghentikan seluruh aktivitas di tambang bawah tanah GBC. Seluruh perhatian dan sumber daya diarahkan pada penyelamatan para pekerja dan pemulihan kondisi akses. Pemerintah melalui Menteri ESDM serta instansi terkait diturunkan ke lokasi untuk memantau langsung proses penyelamatan.
Tim penyelamat melakukan berbagai cara untuk menjangkau lokasi pekerja. Serrangkaian usaha dimulai dengan pembersihan material lumpur dari terowongan akses. Selanjutnya, dua terowongan baru digali agar bisa mendekat ke posisi pekerja — namun kondisi lumpur yang terus bergerak dan terowongan yang tidak stabil memperlambat kemajuan. Selain itu, alat berat, drone, serta pengeboran manual digunakan; namun akhirnya tim memutuskan membuat lubang vertikal tambahan (raisebore) dari level transportasi menuju titik estimasi lokasi korban.
Keselamatan menjadi parameter utama. Oxygen dan pasokan udara bersih menjadi perhatian, karena lokasi yang terisolasi di dalam tambang membuat risiko kekurangan oksigen menjadi nyata. Tim penyelamat juga dihadapkan dengan kontur tambang yang kompleks dan area yang tergenang material basah—semuanya menyulitkan akses fisik serta pengiriman alat berat.
Memasuki hari kedelapan pasca-insiden, nasib tujuh pekerja masih belum jelas. Upaya evakuasi masih berlangsung tanpa hasil konkret. Operasi di GBC tetap dihentikan untuk menghindari risiko tambahan dan agar seluruh upaya penyelamatan bisa dijalankan dengan konsentrasi penuh.
Produksi tambang terpengaruh signifikan. Penangguhan kegiatan bawah tanah membuat kapasitas produksi Freeport menurun. Angka awal menunjukkan produksi turun sekitar 30% dari kapasitas normal di area terdampak. Kerugian belum sepenuhnya dihitung, tetapi dampaknya terhadap estimasi output tembaga dan emas tahun 2025 diperkirakan akan cukup besar.
Pihak Freeport Indonesia, diwakili oleh VP Corporate Communications Katri Krisnati, terus melaporkan perkembangan kepada publik dan mengajak pihak-pihak terkait termasuk Pemerintah Pusat untuk mendukung kegiatan penyelamatan. Pemerintah melalui Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah mendapatkan laporan, dan Presiden juga diinformasikan mengenai situasi.
Keluarga ketujuh pekerja sudah didatangkan ke Timika agar dapat mengikuti perkembangan secara langsung. Perusahaan menyediakan pendampingan emosional dan informasi secara berkala agar keluarga tidak terusir dari kabar terkait situasi pekerja yang terjebak.
Komnas HAM Papua turut angkat suara, menegaskan tanggung jawab Freeport untuk segera menemukan dan menyelamatkan pekerjanya, sembari mengingatkan pentingnya standar keselamatan kerja yang lebih ketat di area tambang bawah tanah.
Insiden ini menjadi pengingat pahit bahwa operasi tambang bawah tanah membawa risiko tinggi, terutama di tambang sebesar Grasberg yang memiliki kondisi geologi kompleks dan daerah dengan curah hujan tinggi. Meski Freeport dikenal dengan standar keselamatan kerja dan lingkungan yang relatif baik, kasus ini memperlihatkan bahwa kondisi alam dan faktor teknis bisa secara tiba-tiba berubah menjadi bencana.
Publik menaruh harapan besar agar penyelamatan ini segera berhasil, bukan hanya demi keselamatan nyawa manusia, tetapi juga sebagai test bagi sistem tanggap darurat dan regulasi keselamatan dalam industri pertambangan di Indonesia.
Malam yang sunyi berubah menjadi pencarian hidup dan waktu di bawah tanah Grasberg. Tujuh pekerja kontraktor terjebak di kegelapan dan lumpur, sementara luar sana tim penyelamat bekerja tanpa henti menghadapi rintangan fisik dan teknis yang berat.
Belum ditemukan korban jiwa, namun belum ditemukannya para pekerja juga belum menjadi jawaban. Harapan masih menyala, setiap deru bor, setiap lubang vertikal, setiap usaha dari drone dan alat berat adalah doa yang digantungkan oleh keluarga, rekan, dan negeri. Semoga hingga akhirnya mereka bisa kembali ke permukaan—dengan selamat, utuh, dan membawa cerita bahwa ketangguhan manusia, kerja sama, dan upaya tanpa menyerah bisa mengalahkan tantangan alam yang paling berat.
Wali Kota Prabumulih Klarifikasi Polemik Pemecatan Kepsek SMPN 1
19 September 2025