Misteri Kelam Kasus Kacab Bank: Dari Penculikan hingga Terkuaknya Jaringan Tersangka

Misteri Kelam Kasus Kacab Bank: Dari Penculikan hingga Terkuaknya Jaringan Tersangka
Pagi itu, Rabu 20 Agustus 2025, suasana di sebuah supermarket kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur, tampak biasa saja. Namun tanpa banyak yang menyadari, di lokasi parkiran terjadi peristiwa yang kemudian mengguncang publik. Ilham Pradipta, seorang kepala cabang bank berusia 37 tahun, tiba-tiba menghilang setelah diculik sekelompok orang. Keesokan harinya, tubuhnya ditemukan di semak-semak daerah Serang Baru, Kabupaten Bekasi, dengan kondisi mengenaskan: tangan dan kaki terikat lakban hitam, wajah tertutup, dan tubuh penuh luka.
Peristiwa itu menjadi titik awal terbongkarnya kasus kriminal besar yang tak hanya melibatkan warga sipil, tetapi juga menyeret nama anggota militer. Polisi bergerak cepat melakukan penyelidikan dan berhasil mengungkap fakta-fakta mengejutkan yang membuat kasus ini kian rumit.
Hasil investigasi Polda Metro Jaya menemukan bahwa penculikan dan pembunuhan Ilham bukanlah aksi spontan. Sebaliknya, ini merupakan operasi terencana yang dijalankan oleh jaringan terorganisir. Hingga kini, sebanyak 15 orang tersangka telah ditangkap dan ditahan, sementara satu orang lain dengan inisial EG masih buron.
Para tersangka dibagi dalam empat klaster berdasarkan peran masing-masing. Ada kelompok yang menjadi otak perencanaan, kelompok eksekutor penculikan, kelompok yang melakukan penganiayaan dan pembuangan korban, serta kelompok pemantau yang bertugas membuntuti gerak-gerik Ilham sebelum disergap.
Di balik layar, sosok C alias Ken dan Dwi Hartono disebut sebagai otak intelektual. Mereka merancang alur besar penculikan, menyiapkan dana operasional, hingga membentuk tim eksekutor. Beberapa orang lain bertugas sebagai eksekutor lapangan, mulai dari memasukkan korban ke mobil, mengikat, hingga melakukan kekerasan. Tragisnya, justru dari kelompok inilah korban kehilangan nyawa akibat penganiayaan di dalam mobil sebelum akhirnya dibuang ke Bekasi.
Dari hasil pemeriksaan, motif kasus ini berpusat pada rencana memindahkan dana dari rekening dormant—rekening bank yang tidak aktif—ke rekening penampungan yang sudah disiapkan. Para pelaku meyakini bahwa hanya dengan otoritas kepala cabang bank seperti Ilham, transaksi tersebut bisa berjalan lancar.
Rencana itu pun menjadi dasar penculikan: korban hendak ditekan agar memberikan akses dan otorisasi. Namun, keadaan berujung fatal ketika Ilham justru kehilangan nyawanya akibat kekerasan yang dialami.
Publik semakin dikejutkan ketika terungkap keterlibatan dua anggota TNI dari satuan Kopassus: Kopda FH dan Serka N. Keduanya tidak hanya disebut mengetahui rencana, tetapi juga ikut serta dalam aksi.
Kopda FH disebut menerima aliran dana Rp 95 juta dari salah satu tersangka utama sebagai biaya operasional. Sementara Serka N berperan sebagai penghubung sekaligus ikut terlibat langsung dalam penyekapan dan pemindahan korban menggunakan mobil Fortuner. Fakta ini menambah kompleksitas kasus karena membuka ruang pemeriksaan lintas institusi, yakni antara polisi dan Polisi Militer.
Visum awal menunjukkan bahwa Ilham meninggal akibat mati lemas. Tekanan benda tumpul di lehernya menyebabkan hambatan pada pernapasan serta pembuluh darah besar. Namun pihak kepolisian masih menunggu hasil lengkap, termasuk pemeriksaan toksikologi.
Detail tragis pun terungkap: sebelum dibuang, Ilham dipindahkan dari Avanza putih ke Fortuner hitam, dengan kondisi tangan dan kaki terikat serta mulut dilakban. Pemandangan ini menambah luka bagi keluarga sekaligus memicu kemarahan publik.
Kasus ini langsung menjadi sorotan nasional. Banyak pihak menyoroti lemahnya sistem keamanan data perbankan, mengingat motif utama pelaku adalah memanfaatkan rekening dormant. Pertanyaan besar muncul: bagaimana data internal bank bisa bocor dan digunakan oleh jaringan kriminal?
Di sisi lain, keterlibatan oknum militer menambah tantangan. Publik berharap tidak ada upaya melindungi pelaku dengan alasan kedinasan. Transparansi dan kerja sama antara kepolisian dan TNI menjadi kunci agar kasus ini bisa diselesaikan tuntas.
Kini, 15 tersangka telah diamankan dan satu orang masih dalam pengejaran. Polisi terus mendalami jaringan lebih luas, termasuk kemungkinan adanya pelaku lain di balik layar. Keluarga korban, rekan kerja, hingga masyarakat luas menanti keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.
Kasus penculikan dan pembunuhan Ilham Pradipta menjadi cermin suram tentang bahaya kejahatan terorganisir. Ia bukan sekadar kisah kriminal biasa, melainkan persoalan serius yang menyentuh ranah perbankan, keamanan data, hingga integritas aparat negara. Tragedi ini diharapkan menjadi titik balik agar negara lebih sigap dalam melindungi warganya dari praktik kejahatan yang semakin canggih dan kejam.
Wali Kota Prabumulih Klarifikasi Polemik Pemecatan Kepsek SMPN 1
19 September 2025