Pasar Atum Surabaya Sepi Pembeli, Pedagang Terdesak Ekonomi

Surabaya – Pasar Atum, yang dulu dikenal sebagai pusat kuliner tradisional dan belanja pakaian, tas, sepatu, hingga keramik, kini semakin sepi pengunjung. Banyak pedagang terpaksa menutup tokonya karena lesunya penjualan, terutama sejak pandemi Covid-19 melanda.
Saad (41), juru parkir di Pasar Atum, mengenang masa kejayaan pasar ini sebagai destinasi favorit warga Surabaya untuk berburu pakaian dan makanan tradisional. Namun, kini suasana pasar jauh berbeda. “Dulu ramai, sekarang sepi,” ujarnya.
Pedagang tas, Mei (48), mengungkapkan bahwa dari sekitar 100 toko di Pasar Atom, hampir 30 persen telah tutup permanen karena sepinya pembeli. “Pelanggan semakin jarang,” kata Mei.
Yanti (45), pedagang tas, menyebut pandemi Covid-19 sebagai titik awal menurunnya jumlah pengunjung.
Bukan sepi lagi, tapi sepi banget. Dulu banyak yang masih datang, sekarang saya sering pulang tanpa penghasilan,” keluhnya. Ia menduga maraknya jualan online, terutama melalui platform seperti TikTok, menjadi penyebab utama. Bahkan, pemasok keramiknya kini ikut berjualan langsung melalui TikTok Live.
Nita, pedagang lain, juga merasakan dampak buruk dari persaingan dengan toko online.
Para pedagang merasa terdesak oleh platform digital yang memungkinkan siapa saja, termasuk artis, berjualan dengan mudah.
Harapan kepada Pemerintah
Para pedagang Pasar Atum berharap pemerintah dapat mengambil langkah untuk mengembalikan kejayaan pasar tradisional seperti pada tahun 2017-2018.
Mereka meminta kebijakan yang lebih adil untuk melindungi pedagang pasar dari persaingan dengan penjual online.
“Kami harap pemerintah batasi jualan online, supaya ada aturan yang jelas,” ujar Yanti.
Tanpa intervensi pemerintah, para pedagang khawatir Pasar Atum akan semakin ditinggalkan, mengancam mata pencaharian mereka yang telah bertahun-tahun menggantungkan hidup dari pasar ini.