Pelaksanaan Program Makanan Bergizi: Soroti Selera Anak hingga Polemik Keracunan

Anggota Komisi A Dra. Hj. Ma'mulah Harun, M.Pd.I
SURABAYA | BERITA ADIKARA – Anggota Komisi A Dra. Hj. Ma’mulah Harun, M.Pd.I menyampaikan apresiasi terhadap tujuan mulia program penyediaan makanan bergizi di sekolah, namun secara tegas menyoroti berbagai tantangan dan masalah dalam pelaksanaannya di tingkat lapangan.
Program yang bertujuan menciptakan generasi sehat pada tahun 2045, namun menemukan adanya hambatan signifikan yang perlu segera dibenahi.
Menurut Dra. Hj. Ma’mulah Harun, M.Pd.I terdapat dua persoalan utama yang menghambat keberhasilan program di tingkat bawah.
Pertama, pengelolaan program yang dinilai terlalu rumit. Kedua, dan yang menjadi sorotan penting, adalah masalah selera makan anak-anak.
“Satu, pengelolaannya ternyata kan begitu rumit. Kemudian yang kedua, ketika konsumsi itu sudah diberikan, anak-anak ternyata kan belum selera dengan makanan,” ujar beliau.
Ia menekankan bahwa meskipun makanan yang disajikan sudah memenuhi standar gizi, aspek selera anak tidak bisa diabaikan. “Saya tidak mengungkit bahwa itu tidak bergizi, enggak, tapi selera ini. Selera makanan anak-anak ini juga perlu dipertimbangkan,” tegasnya.

Siswa menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG) di SMA Negeri 1
menu yang sama secara berulang dapat menimbulkan kebosanan, khususnya bagi anak-anak di daerah. Ia juga mempertanyakan relevansi standar makanan tersebut bagi sekolah-sekolah favorit yang siswanya rata-rata berasal dari keluarga berkecukupan.
“Apakah standar makanannya itu cocok dengan mereka?”
Sorotan Terhadap Polemik Keracunan, yang disampaikan terkait maraknya isu keracunan makanan yang terjadi akhir-akhir ini sebagai dampak dari program. Menurutnya, insiden keracunan adalah masalah serius yang tidak bisa ditutupi dengan dalih tujuan nasional yang baik.
“Tinggal kalau makanannya kemudian membuat anak-anak akhir-akhir ini menjadi racunan, itu kan persoalan tersendiri. Bagi saya tidak perlu dikatakan dengan tujuan yang nasional,” ujarnya.
Ia mendesak agar pihak pengelola makanan yang menyebabkan keracunan dipanggil dan dimintai pertanggungjawaban. Mengingat standar ketat yang telah ditetapkan untuk dapur pengelola, seperti persyaratan dapur higienis, lantai granit, peralatan stainless, dan dana besar, keracunan seharusnya tidak terjadi.
“Kalau sampai keracunan berarti pengelolanya itu yang harus dipanggil. Pengelolanya katanya persyaratannya dapur ginisnya luar biasa, lantainya harus granit, peralatannya harus stainless, dananya juga besar,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti peran tenaga ahli gizi (alih gizi) yang wajib ada di setiap lembaga pengelola program (MPG), di samping tenaga akunting dan manajemen. Alih gizinya ini bagaimana? Kok sampai anak-anak bisa keracunan? Bagi saya, itu saja yang kemudian harus diluruskan.
Evaluasi dan Komitmen di Tingkat Sekolah juga menyinggung opsi ideal untuk menyerahkan pelaksanaan program secara praktis kepada pos-pos terdekat namun mengakui bahwa hal tersebut tidak sesederhana itu karena adanya risiko penyimpangan penggunaan dana di sekolah setempat.