Pemprov Jatim Jawab Pandangan Fraksi Soal Raperda Bencana, Fokus Penguatan Pentahelix dan Kelompok Rentan

Diskusi terbuka antara eksekutif dan legislatif ini bertujuan untuk merumuskan pedoman penanggulangan bencana yang lebih komprehensif dan mutakhir di Jawa Timur.
SURABAYA | BERITA ADIKARA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur memberikan jawaban atas pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD Jatim terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan atas Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana.
Dalam penjelasannya, Pemprov Jatim menekankan bahwa evaluasi BPBD menunjukkan pelaksanaan Perda sebelumnya masih bersifat parsial, belum terpadu, serta belum mengatur rinci peran pentahelix dan perlindungan kelompok rentan.
Diskusi terbuka antara eksekutif dan legislatif ini bertujuan untuk merumuskan pedoman penanggulangan bencana yang lebih komprehensif dan mutakhir di Jawa Timur.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golkar, Pemprov menjelaskan bahwa frasa “di Provinsi Jawa Timur” dalam judul Raperda tetap dipertahankan karena Raperda ini merupakan perubahan atas Perda yang sudah ada.
Ditegaskanpula bahwa penanggulangan bencana memiliki tiga tahap (pra bencana, tanggap darurat, pasca bencana) dengan dokumen perencanaan tersendiri untuk menghindari tumpang tindih.
“Usulan penguatan sistem komunikasi lintas sektor dan koordinasi penindakan cepat akan menjadi perhatian,” jelas perwakilan Pemprov. Terkait organisasi relawan, dijelaskan bahwa relawan dibentuk oleh masyarakat atau lembaga seperti NU dan Muhammadiyah, dengan dukungan logistik melalui kolaborasi BPBD.
Pemprov juga mengapresiasi saran dari Fraksi Demokrat agar pembahasan Raperda melibatkan kabupaten/kota dan masyarakat.
Apresiasi turut disampaikan kepada Fraksi NasDem atas catatannya mengenai penguatan kelembagaan BPBD, peningkatan SDM, sistem informasi, dukungan anggaran, perlindungan berbasis HAM, integrasi dengan RPJMD/RKPD, dan pengawasan partisipatif.
Masukan komprehensif dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) juga mendapat perhatian penuh. Catatan tersebut meliputi pengintegrasian Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang memuat kawasan rawan bencana, pentingnya edukasi kebencanaan, penguatan perlindungan kelompok rentan, serta pengaturan organisasi relawan.
“Pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) sebagai mitra strategis BPBD dan penguatan kolaborasi pentahelix yang melibatkan pemerintah, swasta, akademisi, komunitas, dan media, seluruhnya akan menjadi perhatian,” lanjut Pemprov.
Menjawab Fraksi PKS, Pemprov mengapresiasi masukan terkait penguatan collaborative governance, sistem informasi bencana, dan keterbukaan kajian rawan bencana. Usulan penanggulangan wabah dan fasilitasi daerah akan diperhatikan melalui skema Belanja Tidak Terduga (BTT), CSR, dan pelatihan tanggap darurat.
Terakhir, menanggapi Fraksi PPP dan PSI, Pemprov menegaskan perubahan Perda ini bertujuan memperkuat perlindungan kelompok rentan, kolaborasi pentahelix, dan penyesuaian regulasi.
Mitigasiakan dilakukan melalui sarana, peringatan dini, dan pelatihan, sementara pemulihan pasca bencana mencakup rehabilitasi, rekonstruksi, dan bantuan logistik dengan indikator yang terukur.
Proses musyawarah yang berkelanjutan ini diharapkan dapat mewujudkan cita-cita “Jatim Tangguh Terus Bertumbuh” melalui pedoman penanggulangan bencana yang efisien di Jawa Timur.










