Polri Dukung Untuk Upaya Penguatan Rehabilitasi Pecandu Narkoba

Polri Dukung Untuk Upaya Penguatan Rehabilitasi Pecandu Narkoba
Jakarta | Berita Adikara — Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kini menegaskan arah baru dalam upaya pemberantasan narkoba. Tak lagi sekadar mengedepankan pendekatan hukum yang menjerat pengguna sebagai pelaku kejahatan, Polri mulai menitikberatkan pada aspek kemanusiaan dan pemulihan melalui program rehabilitasi bagi pecandu narkoba. Langkah ini menandai perubahan paradigma besar dalam sistem penegakan hukum di Indonesia, di mana pengguna kini lebih dipandang sebagai korban yang perlu disembuhkan, bukan semata-mata dihukum.
Komitmen tersebut ditegaskan oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri yang baru-baru ini meluncurkan program percontohan rehabilitasi di lima Polda besar di Indonesia: Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat, Polda Jawa Tengah, Polda Jawa Timur, dan Polda Sumatera Utara. Kelima wilayah tersebut dipilih karena tingginya kasus penyalahgunaan narkoba yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Brigjen Pol. Mukti Juharsa, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, menyampaikan bahwa rehabilitasi merupakan langkah penting dalam menyelamatkan generasi bangsa dari jeratan narkotika. “Kita tidak boleh takut untuk melakukan rehabilitasi. Pengguna narkoba bukan musuh negara, melainkan saudara kita yang sakit dan perlu disembuhkan,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta.
Dukungan Polri terhadap pendekatan rehabilitatif juga sejalan dengan kebijakan nasional yang mulai bergeser ke arah keadilan restoratif. Melalui sistem ini, pengguna narkoba tidak otomatis dijebloskan ke penjara, tetapi lebih dulu menjalani asesmen medis dan sosial untuk menentukan apakah mereka layak direhabilitasi. Pendekatan ini dinilai lebih manusiawi dan efektif dalam menekan angka penyalahgunaan berulang (residivisme).
Kolaborasi lintas sektor pun diperkuat. Polri bersama Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Kesehatan, dan lembaga sosial berkoordinasi melalui Tim Asesmen Terpadu (TAT). Tim ini bertugas mengkaji kondisi pengguna secara komprehensif sebelum menentukan langkah hukum atau rehabilitasi. Program ini diharapkan mampu mempercepat proses penanganan pengguna narkoba agar lebih tepat sasaran.
Dalam forum “Konsolidasi Tim Asesmen Terpadu” yang digelar di Jakarta Selatan, Polri menegaskan komitmen untuk mendukung visi pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam agenda Asta Cita ke-7 yang menekankan pentingnya perlindungan sosial dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui pendekatan kolaboratif ini, Polri tidak hanya berperan sebagai aparat penegak hukum, tetapi juga sebagai bagian dari solusi pemulihan sosial bangsa.
Meski arah kebijakan sudah mulai berubah, tantangan di lapangan masih cukup besar. Salah satunya adalah keterbatasan fasilitas rehabilitasi yang tersedia di berbagai daerah. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2024, dari sekitar 3,6 juta penyalahguna narkoba di Indonesia, hanya sekitar 15 persen yang berhasil mengakses layanan rehabilitasi resmi.
Selain itu, stigma sosial masih menjadi penghalang utama. Banyak pengguna enggan melapor atau menjalani rehabilitasi karena takut dikucilkan oleh masyarakat. Polri bersama BNN terus menggelar kampanye publik untuk menghapus stigma tersebut. “Kita ingin masyarakat melihat bahwa pecandu yang menjalani rehabilitasi adalah pejuang — bukan penjahat,” tegas Brigjen Mukti.
BNN juga bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memperluas jaringan lembaga rehabilitasi berbasis masyarakat. Polri di sisi lain memanfaatkan kantor-kantor kepolisian tingkat Polres dan Polsek untuk menampung layanan awal asesmen sebelum pengguna dirujuk ke pusat rehabilitasi resmi.
Perubahan pendekatan ini diperkirakan akan membawa dampak positif dalam jangka panjang. Dengan berkurangnya jumlah pengguna yang masuk ke lembaga pemasyarakatan, kapasitas penjara yang selama ini penuh sesak dapat lebih terkelola. Selain itu, angka residivisme akibat kurangnya penanganan medis juga diharapkan turun signifikan.
Lebih dari itu, Polri berharap pendekatan baru ini bisa menjadi gerakan sosial yang mengajak masyarakat berpartisipasi aktif. Dukungan keluarga, lingkungan, dan komunitas lokal sangat dibutuhkan agar mantan pecandu dapat kembali berdaya dan berkontribusi positif.
Langkah Polri dalam memperkuat rehabilitasi pecandu narkoba menjadi bukti nyata bahwa penegakan hukum tidak selalu harus berujung pada jeruji besi. Di balik tindakan tegas terhadap jaringan pengedar, ada kepedulian terhadap kemanusiaan — terhadap mereka yang terjebak, namun masih memiliki peluang untuk sembuh dan bangkit kembali.
Sebagaimana diungkapkan Brigjen Mukti, “Perang melawan narkoba bukan hanya tentang menghukum, tapi juga menyelamatkan. Karena bangsa yang kuat bukanlah bangsa yang menutup mata terhadap yang jatuh, tetapi yang mengulurkan tangan untuk menolong mereka berdiri kembali.”










