Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Redenominasi Rupiah

0
44
Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Redenominasi Rupiah

BERITA ADIKARA -Redenominasi rupiah merupakan proses penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak gugatan terkait usulan ini. Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan,

“Redenominasi merupakan domain kebijakan moneter yang sepenuhnya berada dalam ruang lingkup pengaturan undang-undang. Kebijakan ini memerlukan pertimbangan yang komprehensif, meliputi aspek makroekonomi, stabilitas fiskal dan moneter, kesiapan infrastruktur sistem pembayaran, hingga literasi keuangan masyarakat.”

Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menolak gugatan yang mengusulkan redenominasi rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1. Keputusan ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 94/PUU-XXIII/2025 yang dikeluarkan pada hari Kamis, 17 Juli 2025. Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan alasan penolakan tersebut dengan menyatakan,

“Dalam konteks keberlakuan Pasal 5 ayat (1) huruf c dan Pasal 5 ayat (2) huruf c UU 7/2011, yang hanya mengatur kewajiban pencantuman pecahan nominal dalam angka dan huruf, tidak dapat semata-mata ditafsirkan sebagai penghalang atau penyebab langsung belum dilaksanakannya redenominasi.”

Pernyataan ini disampaikan dalam Sidang Pengucapan Putusan MK Nomor 94/PUU-XXIII/2025 pada tanggal yang sama, sebagaimana dikutip dari laman resmi MK.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), redenominasi rupiah didefinisikan sebagai penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengubah nilai tukarnya. Laman Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa tujuan redenominasi adalah untuk mengurangi jumlah digit pada pecahan uang tanpa memengaruhi harga, nilai, atau daya beli terhadap barang dan jasa.

Redenominasi berbeda dengan sanering, yaitu kebijakan pemotongan nilai uang. Sebagai contoh, pada tanggal 25 Agustus 1959, uang pecahan Rp 500 dan Rp 1.000 diturunkan nilainya menjadi Rp 50 dan Rp 100, yang berarti pengurangan nilai sebesar 90 persen.

Redenominasi dianggap dapat meningkatkan efisiensi dalam transaksi. Secara teknis, uang yang telah mengalami redenominasi akan memiliki jumlah digit yang lebih sedikit, tetapi nilai intrinsiknya tetap terjaga. Konsep ini sebenarnya telah diterapkan secara tidak langsung dalam kehidupan masyarakat Indonesia, misalnya melalui penggunaan huruf “K” untuk menyingkat satuan ribuan, seperti Rp 15K yang merujuk pada Rp 15.000.

Tujuan Redenominasi

Selain untuk menyederhanakan digit rupiah, redenominasi juga bertujuan untuk mempermudah pencatatan pembukuan keuangan. Permana dalam Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik (2015) menyatakan, “Pecahan mata uang rupiah menjadi salah satu yang terbesar di dunia setelah Zimbabwe dan Vietnam. Di kawasan Asia Tenggara, pecahan Rp 100.000 merupakan yang terbesar setelah Dong Vietnam 500.000.” Pecahan uang yang besar ini dianggap menimbulkan berbagai permasalahan di kalangan masyarakat Indonesia.

Dalam konteks perbankan, penyederhanaan digit dapat mengurangi biaya teknologi, sementara pengurangan jumlah digit pada rupiah juga mempermudah pembacaan laporan keuangan dalam kegiatan akuntansi.

Dengan demikian, penolakan gugatan oleh MK menegaskan bahwa redenominasi bukanlah sekadar persoalan teknis, tetapi juga kebijakan yang memerlukan pertimbangan mendalam dan kewenangan legislatif yang lebih luas.

Leave a reply