Ribuan Jemaah Al Akbar Gelar Shalat Jenazah Massal untuk Korban Tragedi Ponpes Al Khoziny

0
40
https://beritaadikara.com/ribuan-jemaah-al-akbar-gelar-shalat-jenazah-massal-untuk-korban-tragedi-ponpes-al-khoziny/

Surabaya | Berita Adikara – Suasana duka menyelimuti langit Sidoarjo pada Rabu sore (8/10/2025). Ribuan umat Islam dari berbagai daerah memenuhi halaman Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran untuk melaksanakan shalat jenazah massal bagi para korban yang meninggal dunia akibat ambruknya bangunan musala di kompleks pesantren tersebut. Isak tangis dan lantunan doa mengiringi setiap takbir yang berkumandang, menggambarkan betapa mendalam luka yang dirasakan oleh masyarakat.

Setelah proses evakuasi resmi dinyatakan selesai sehari sebelumnya, halaman utama pesantren disulap menjadi area shalat jenazah terbuka. Di bawah terik matahari yang perlahan meredup, ribuan jemaah berdiri rapat dalam barisan panjang. Tak hanya para santri dan pengasuh, masyarakat umum, tokoh agama, hingga relawan turut hadir menundukkan kepala, menyampaikan doa terakhir bagi para korban tragedi kemanusiaan yang mengguncang hati publik.

Imam shalat jenazah, salah satu pengasuh senior pesantren, memimpin prosesi dengan suara lantang namun bergetar. Setiap takbir yang diucapkannya disambut isak para jemaah, terutama keluarga korban yang berdiri di barisan paling depan. Usai shalat, suasana hening sejenak sebelum gema doa dan tahlil menggema di seluruh area pesantren. Tangis pilu kembali pecah ketika nama-nama korban dibacakan satu per satu.

Seorang santri bernama Rafi, yang selamat dari reruntuhan, menceritakan betapa berat perasaan mereka mengikuti prosesi tersebut. “Banyak teman kami yang tidak sempat keluar ketika bangunan runtuh. Hari ini, kami berdoa agar mereka mendapat tempat terbaik di sisi Allah,” ujarnya dengan mata sembab.

Berdasarkan data yang dirilis Badan SAR Nasional (Basarnas), tragedi ambruknya bangunan musala di Ponpes Al Khoziny menelan 171 orang korban. Dari jumlah tersebut, 104 orang berhasil diselamatkan, sementara 67 orang meninggal dunia. Selain itu, 8 bagian tubuh (body parts) yang belum teridentifikasi ditemukan di lokasi kejadian dan masih dalam proses pemeriksaan tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri.

Proses evakuasi yang berlangsung selama tiga hari dilakukan dengan melibatkan tim gabungan dari Basarnas, BPBD, TNI, Polri, serta relawan. Kondisi reruntuhan yang sempit dan rapuh menyulitkan pencarian, sehingga petugas harus bekerja ekstra hati-hati. Meski berat, seluruh korban akhirnya berhasil ditemukan, menandai berakhirnya fase penyelamatan dan dimulainya proses pemulihan serta penyelidikan hukum.

Shalat jenazah massal yang digelar di Ponpes Al Khoziny bukan hanya bentuk penghormatan terakhir, melainkan juga simbol persatuan umat. Masyarakat dari berbagai daerah di Jawa Timur datang tanpa diminta. Ada yang menempuh perjalanan jauh dari Surabaya, Pasuruan, hingga Probolinggo hanya untuk ikut mendoakan para korban.

Menurut KH. Ahmad Busyairi, salah satu ulama yang hadir, tragedi ini harus dijadikan pelajaran besar bagi umat. “Kita tidak hanya kehilangan para santri, tapi juga kehilangan rasa aman di tempat yang seharusnya menjadi pusat pendidikan dan ibadah. Shalat jenazah ini bukan sekadar doa, tapi juga bentuk tekad agar peristiwa seperti ini tidak terulang lagi,” tegasnya.

Dalam Islam, shalat jenazah merupakan bentuk penghormatan terakhir bagi umat yang wafat. Namun, dalam konteks kali ini, shalat massal di Ponpes Al Khoziny memiliki makna yang lebih luas. Ia menjadi simbol dukungan spiritual, solidaritas sosial, dan seruan moral agar semua pihak lebih peduli terhadap aspek keselamatan bangunan dan tanggung jawab pengelolaan pesantren.

Bagi para santri yang masih hidup, tragedi ini menjadi ujian iman sekaligus pengingat bahwa takdir Allah bisa datang kapan saja. Banyak di antara mereka yang kini kehilangan teman sekamar, guru, bahkan saudara sepupu yang sama-sama menuntut ilmu di pesantren tersebut. Namun di balik kesedihan, tumbuh juga semangat baru untuk bangkit dan melanjutkan perjuangan mereka.

Usai pelaksanaan shalat jenazah, masyarakat bersama pemerintah daerah berkomitmen membantu proses pemulihan. Bupati Sidoarjo yang turut hadir menyampaikan duka mendalam dan memastikan bahwa pemerintah akan mengawal penuh penyelidikan hukum terkait pembangunan musala yang ambruk. Tim ahli konstruksi dari Kementerian PUPR juga telah diterjunkan untuk memeriksa struktur bangunan lainnya di lingkungan pesantren.

Selain itu, berbagai lembaga kemanusiaan telah membuka pos bantuan bagi keluarga korban, termasuk dukungan psikososial untuk santri dan warga sekitar. Pemerintah daerah juga menyiapkan bantuan dana pendidikan bagi santri yatim yang kehilangan orang tua akibat tragedi tersebut.

Tragedi di Ponpes Al Khoziny bukan sekadar bencana bangunan runtuh, melainkan peristiwa kemanusiaan yang mengguncang nurani bangsa. Namun, di tengah duka mendalam, masyarakat menunjukkan kekuatan persaudaraan yang luar biasa. Ribuan jemaah yang datang untuk melaksanakan shalat jenazah massal menjadi bukti bahwa nilai kemanusiaan dan keimanan masih hidup kuat di hati umat.

Dengan 67 korban jiwa yang telah berpulang dan 104 penyintas yang kini berjuang memulihkan diri, tragedi ini diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi seluruh lembaga keagamaan di Indonesia. Dari halaman Ponpes Al Khoziny, doa-doa tak henti bergema — bukan hanya untuk para korban, tetapi juga untuk keselamatan generasi masa depan agar peristiwa serupa tak lagi terulang.

Leave a reply