Ribuan Pengemudi Ojol Geruduk Jakarta, Suarakan Tuntutan di Hari Perhubungan Nasional

0
24
https://beritaadikara.com/ribuan-pengemudi-ojol-geruduk-jakarta-suarakan-tuntutan-di-hari-perhubungan-nasional/

Jakarta kembali menjadi pusat perhatian publik pada Rabu, 17 September 2025. Ribuan pengemudi ojek online (ojol) dari berbagai wilayah Jabodetabek tumpah ruah ke jalanan ibu kota untuk menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran. Aksi ini bertajuk “Aksi 179 Ojol”, bertepatan dengan momentum Hari Perhubungan Nasional, sehingga nuansa simbolisnya terasa semakin kuat.

Sejak pagi hari, ribuan pengemudi ojol sudah mulai memadati titik kumpul utama di kawasan Cempaka Mas, Jakarta Pusat. Dengan mengenakan jaket hijau, kuning, dan biru khas aplikasi yang mereka gunakan sehari-hari, para peserta aksi terlihat berbaris rapi sebelum bergerak menuju Kementerian Perhubungan. Dari titik tersebut, rombongan dijadwalkan melanjutkan perjalanan menuju Istana Presiden, dan puncaknya akan berakhir di depan Gedung DPR RI. Diperkirakan lebih dari 5.000 pengemudi ikut serta, ditambah dukungan kurir pengiriman barang serta beberapa kelompok mahasiswa yang turut menyuarakan keresahan.

Tuntutan yang dibawa para pengemudi dalam aksi ini bukanlah hal baru. Selama bertahun-tahun, driver ojol merasa berada di posisi lemah dalam relasi kerja dengan perusahaan aplikasi transportasi online. Dalam orasinya, Ketua Umum Garda Indonesia, Igun Wicaksono, menegaskan bahwa aksi ini adalah panggilan nurani.

Ada tujuh poin utama yang disuarakan. Pertama, mereka menuntut agar Rancangan Undang-Undang Transportasi Online segera masuk dalam Prolegnas 2025–2026. Menurut mereka, selama belum ada payung hukum yang jelas, nasib pengemudi akan terus berada di ujung tanduk. Kedua, mereka menuntut agar potongan aplikasi atau komisi perusahaan diturunkan menjadi maksimal 10%. Selama ini, banyak driver mengeluhkan potongan yang bisa mencapai lebih dari 20%, membuat penghasilan bersih semakin tipis.

Selain itu, mereka juga meminta pemerintah meninjau ulang tarif pengantaran barang dan makanan yang dianggap tidak sesuai dengan biaya operasional di lapangan. Audit terhadap potongan 5% dari tarif yang diterapkan perusahaan juga didesak segera dilakukan karena dinilai merugikan mitra. Tidak berhenti di situ, pengemudi meminta agar fitur-fitur yang membebani, seperti “argo goceng” (aceng), sistem slot, multi order, hingga fitur member berbayar dihapus dari aplikasi.

Tuntutan lainnya yang tak kalah penting adalah pengusutan tragedi yang menewaskan dua pengemudi ojol, Affan Kurniawan dan Rusdamdiyansah, dalam peristiwa sebelumnya. Mereka menilai, hingga kini belum ada langkah transparan dari pemerintah maupun perusahaan terkait. Terakhir, mereka bahkan menyerukan pencopotan Menteri Perhubungan, Dudy Purwaghandi, yang dianggap tidak berpihak pada kesejahteraan pengemudi.

Aksi besar ini tentu berdampak pada kondisi lalu lintas ibu kota. Polisi menurunkan lebih dari 6.100 personel gabungan yang terdiri dari Polri, TNI, Polres, dan Polsek untuk mengamankan jalannya unjuk rasa. Kawasan Patung Kuda, Istana Merdeka, Kementerian Perhubungan, hingga Gedung DPR/MPR menjadi titik fokus pengamanan.

Rekayasa lalu lintas diterapkan secara situasional. Beberapa jalan utama di Jakarta Pusat terpantau padat bahkan sempat lumpuh, terutama jalur menuju Istana dan DPR. Aparat kepolisian pun mengimbau masyarakat untuk menggunakan moda transportasi alternatif atau menghindari rute yang dilalui para demonstran. Meski demikian, hingga siang hari, aksi berlangsung kondusif tanpa insiden besar yang mengganggu keamanan umum.

Menariknya, tidak semua pengemudi ojol di Indonesia sepakat untuk turun ke jalan. Di Bekasi, misalnya, sejumlah driver memilih tetap beroperasi dan mencari orderan. Menurut mereka, rezeki harian lebih penting daripada ikut aksi. Sementara di Semarang, Asosiasi Ojol SAKO secara terbuka menyatakan tidak bergabung, setelah melakukan musyawarah internal. Perbedaan sikap ini mencerminkan bahwa dinamika di kalangan pengemudi ojol sendiri cukup kompleks, dengan beragam prioritas dan strategi perjuangan.

Aksi 179 Ojol kali ini jelas menjadi momentum besar yang menyatukan suara ribuan pengemudi. Namun, pertanyaan besar masih menggantung: apakah tuntutan mereka akan benar-benar digubris? Pemerintah dan perusahaan aplikasi berada di bawah sorotan tajam publik. Jika langkah konkret tidak segera diambil, bukan tidak mungkin gelombang aksi berikutnya akan kembali terjadi dengan skala lebih besar.

Hari ini, di jalanan Jakarta, para pengemudi ojol bukan sekadar menyuarakan keluh kesah soal tarif atau potongan aplikasi. Mereka sedang berusaha menegakkan martabat dan hak-hak pekerja di era digital, di tengah pusaran ekonomi modern yang kerap tidak memihak pada mereka yang berada di bawah.

Leave a reply