Sri Mulyani Tegaskan Efisiensi APBN 2026: 15 Pos Anggaran Jadi Sasaran Penghematan

Sri Mulyani Tegaskan Efisiensi APBN 2026: 15 Pos Anggaran Jadi Sasaran Penghematan
Jakarta, Agustus 2025 — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menegaskan komitmen pemerintah untuk menjalankan efisiensi belanja negara di tahun anggaran 2026. Langkah ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Pedoman Pelaksanaan Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah.
Aturan ini memuat daftar 15 jenis belanja yang wajib dihemat, baik di tingkat kementerian, lembaga pusat, maupun pemerintah daerah. Tujuan utamanya jelas: memastikan APBN tetap sehat, efisien, dan tepat sasaran, tanpa mengorbankan pelayanan publik yang esensial.
Menurut Sri Mulyani, efisiensi ini bukan semata langkah penghematan rutin, tetapi bagian dari strategi besar menjaga keberlanjutan fiskal di tengah tantangan global. Pemerintah melihat bahwa pengeluaran yang bersifat seremonial, konsumtif, atau tidak berdampak langsung pada masyarakat harus ditekan.
“Kita ingin memastikan setiap rupiah uang negara digunakan secara efektif, memberi manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat, dan tidak habis untuk kegiatan yang sebenarnya bisa ditekan,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jumat (8/8).
15 Pos Belanja yang Wajib Ditekan
PMK 56/2025 merinci penghematan pada berbagai jenis pengeluaran, di antaranya:
- Belanja rapat dan perjalanan dinas yang tidak esensial
- Peningkatan standar efisiensi honorarium narasumber
- Pengadaan cinderamata dan hadiah seremonial
- Pengeluaran untuk iklan atau publikasi non-prioritas
- Pembangunan gedung baru yang belum mendesak
- Belanja makan dan minum berlebihan pada acara resmi
- Biaya sewa tempat untuk kegiatan yang bisa dilakukan di fasilitas pemerintah
- Pengadaan kendaraan dinas baru di luar kebutuhan kritis
- Anggaran untuk seminar atau pelatihan yang tidak strategis
- Perjalanan luar negeri yang tidak terkait langsung dengan target kinerja
- Penyelenggaraan event yang bersifat seremoni belaka
- Pengadaan peralatan kerja yang masih layak pakai
- Biaya promosi yang tidak memberikan dampak signifikan
- Belanja barang habis pakai yang tidak terkontrol
- Kegiatan koordinasi yang bisa dilakukan secara daring
Sri Mulyani menekankan bahwa penghematan ini tidak berarti pemerintah menahan semua belanja. Justru, dana yang dihemat akan dialihkan untuk kegiatan yang bersifat produktif, seperti pembangunan infrastruktur publik, pendidikan, kesehatan, dan program pengentasan kemiskinan.
“Efisiensi ini adalah bentuk tanggung jawab kita agar APBN tidak jebol oleh belanja yang sifatnya sekadar kosmetik,” jelasnya.
Meski sudah ada aturan jelas, penerapan efisiensi di lapangan kerap menemui kendala. Beberapa pemerintah daerah dan instansi pusat masih menganggap kegiatan seperti seminar, studi banding, atau acara seremonial adalah prioritas, padahal dampaknya minim.
Sri Mulyani mengingatkan bahwa mulai 2026, pelanggaran atas kebijakan efisiensi ini bisa berdampak pada pemotongan transfer ke daerah (TKD) atau penundaan pencairan anggaran bagi K/L yang membandel.
Pengamat kebijakan publik, Dr. Andi Wijaya, menilai langkah ini sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah ingin membangun budaya hemat dalam birokrasi. “Efisiensi anggaran ini penting untuk mengubah mindset belanja birokrasi yang selama ini boros. Namun, yang terpenting adalah konsistensi dalam pengawasan dan penerapannya,” ujarnya.
Sejumlah masyarakat juga menyambut positif kebijakan ini. Mereka berharap anggaran yang dihemat benar-benar dialokasikan untuk kebutuhan rakyat, bukan sekadar diparkir atau dialihkan ke program yang juga tidak efektif.
Dengan adanya PMK 56/2025, Sri Mulyani menggarisbawahi bahwa APBN 2026 harus menjadi instrumen pembangunan yang efisien dan berorientasi hasil. Kebijakan ini diharapkan dapat memangkas budaya belanja konsumtif di birokrasi, sekaligus memastikan setiap rupiah yang keluar dari kas negara memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat.