Tragedi di Gaza: Serangan Israel ke Rumah Sakit Tewaskan Lima Jurnalis, Dunia Mengecam

Tragedi di Gaza: Serangan Israel ke Rumah Sakit Tewaskan Lima Jurnalis, Dunia Mengecam
Gaza, 26 Agustus 2025 – Situasi konflik di Gaza kembali memanas setelah serangan udara Israel menghantam Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Gaza Selatan, pada Senin malam (25/8). Insiden tersebut menimbulkan korban jiwa yang besar, termasuk lima jurnalis yang tengah bertugas meliput kondisi di kawasan konflik. Serangan ini memicu gelombang kecaman internasional, terutama karena melibatkan kematian awak media yang seharusnya dilindungi oleh hukum humaniter internasional.
Menurut laporan saksi mata, serangan berlangsung dalam dua gelombang atau yang dikenal sebagai “double-tap strike”. Serangan pertama mengenai bagian atas gedung rumah sakit, tepat di ruang yang digunakan sejumlah jurnalis untuk melakukan siaran langsung. Saat itu, beberapa awak media dari kantor berita internasional seperti Reuters, Associated Press (AP), dan Al Jazeera sedang bekerja mendokumentasikan situasi.
Namun, tragedi tak berhenti di sana. Beberapa menit kemudian, ketika para tenaga medis, relawan, dan jurnalis lain bergegas menolong korban, serangan kedua menghantam tangga evakuasi rumah sakit. Ledakan itu justru menambah jumlah korban jiwa, termasuk di antaranya lima jurnalis yang dikenal luas di dunia internasional.
Identitas Korban
Kelima jurnalis yang gugur dalam insiden itu adalah:
- Hussam al-Masri, juru kamera lepas yang bekerja untuk Reuters.
- Mariam Abu Dagga, kontributor Associated Press.
- Mohammed Salama, reporter Al Jazeera.
- Moaz Abu Taha, jurnalis independen yang kerap bekerja sama dengan Reuters.
- Ahmed Abu Aziz, jurnalis lokal yang melaporkan situasi di Gaza Selatan.
Selain lima jurnalis tersebut, puluhan korban lain juga dilaporkan tewas maupun terluka, termasuk fotografer Reuters, Hatem Khaled, yang mengalami luka serius. Secara keseluruhan, jumlah korban jiwa mencapai lebih dari 20 orang, dengan puluhan lainnya masih dalam perawatan intensif.
Militer Israel (IDF) memberikan pernyataan resmi bahwa serangan ke rumah sakit tersebut ditujukan pada kamera pengintai Hamas yang dipasang di atap bangunan untuk memantau pergerakan pasukan Israel. Mereka menyebutkan bahwa kamera tersebut dianggap sebagai ancaman militer. Meski demikian, Israel mengakui adanya korban sipil, termasuk jurnalis, dan menyebut hal itu sebagai “insiden tragis yang tidak disengaja.”
Pernyataan ini segera menuai kritik keras dari berbagai pihak. Banyak pihak menilai bahwa dalih menargetkan kamera pengintai tidak dapat dijadikan pembenaran atas jatuhnya korban sipil, apalagi jurnalis yang sedang menjalankan tugas profesional mereka.
Insiden ini memicu reaksi keras dari komunitas internasional. Reuters dan Associated Press mengeluarkan pernyataan resmi yang menuntut penjelasan lebih detail dari pemerintah Israel serta meminta investigasi independen untuk mengungkap fakta sebenarnya.
Sementara itu, Dewan Keamanan PBB menggelar rapat darurat untuk membahas serangan ini. Sejumlah negara anggota mengecam keras tindakan Israel yang dinilai melanggar hukum perang, terutama prinsip perlindungan terhadap tenaga medis dan jurnalis di daerah konflik.
Organisasi-organisasi HAM internasional, termasuk Human Rights Watch dan Amnesty International, menyebut serangan ini sebagai potensi kejahatan perang. Mereka menilai bahwa serangan ganda yang justru mengenai petugas penyelamat merupakan pola tindakan yang sering digunakan dalam konflik dan jelas melanggar hukum humaniter internasional.
Kematian lima jurnalis ini menambah panjang daftar korban awak media di Gaza sejak eskalasi konflik meningkat. Data yang dihimpun menunjukkan puluhan jurnalis telah kehilangan nyawa sejak awal tahun. Kondisi ini membuat dunia media internasional semakin khawatir terhadap keselamatan wartawan yang meliput di zona konflik.
Para jurnalis dianggap sebagai saksi mata penting yang mendokumentasikan realitas perang. Kehadiran mereka bukan hanya untuk menyampaikan informasi, tetapi juga sebagai penjaga kebenaran. Oleh karena itu, setiap serangan yang menewaskan jurnalis dipandang sebagai upaya membungkam suara dan bukti atas pelanggaran kemanusiaan.
Tragedi serangan di Rumah Sakit Nasser menjadi salah satu momen paling kelam dalam eskalasi konflik Israel-Palestina tahun 2025. Hilangnya nyawa lima jurnalis sekaligus dalam satu peristiwa menunjukkan betapa rentannya posisi awak media dalam perang modern.
Meski Israel berusaha membela tindakannya dengan alasan militer, tekanan internasional semakin besar untuk memastikan adanya pertanggungjawaban. Seruan untuk investigasi independen terus menggema, dengan harapan kebenaran bisa terungkap dan keadilan ditegakkan bagi para korban.