UNESA dan BRIDA Jatim Bersinergi Kaji Mitigasi Perubahan Iklim untuk Komoditas Strategis Jawa Timur

UNESA dan BRIDA Jatim Bersinergi Kaji Mitigasi Perubahan Iklim untuk Komoditas Strategis Jawa Timur
Surabaya | Berita Adikara — Di tengah tantangan perubahan iklim yang semakin nyata, dua institusi penting di Jawa Timur, yakni Fakultas Ketahanan Pangan Universitas Negeri Surabaya (FKP Unesa) dan Badan Riset dan Inovasi Daerah Jawa Timur (BRIDA Jatim), resmi meluncurkan program riset kolaboratif berbasis data spasial yang ditujukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim pada komoditas strategis wilayah tersebut. Kajian ini menyoroti komoditas utama seperti padi, jagung, tebu, dan kopi — yang tidak hanya menjadi pondasi ketahanan pangan, tetapi juga tumpuan ekonomi daerah.
Penandatanganan kerjasama riset dilakukan baru-baru ini di kampus Unesa Surabaya, dengan tim peneliti dari FKP Unesa, yaitu Dr. Umiyati Sabang (Prodi Agribisnis Digital), Riska Muizzu (Prodi Biosains Hewan), dan Amirusolihin (Agribisnis Digital). Dari pihak BRIDA, Kepala BRIDA Jatim Dr. Andriyanto, S.H., M.Kes., menyatakan bahwa lembaganya berkomitmen agar riset terapan di Jawa Timur benar-benar menjawab persoalan nyata yang dihadapi petani dan pelaku usaha agrikultur.
Menurut Andriyanto, perubahan iklim di Jawa Timur telah berdampak nyata — pola hujan bergeser, intensitas jelas berubah, dan potensi gagal panen kini semakin mengkhawatirkan. Dengan memanfaatkan data spasial — yaitu peta kerentanan wilayah yang dilengkapi unsur geoinformatika — tim riset berupaya memetakan zona-zona yang paling rentan terhadap kekeringan maupun banjir. “Dengan peta kerentanan yang akurat, kebijakan adaptasi dan mitigasi bisa dibuat lebih presisi,” kata ia dalam konferensi pers di Surabaya.
Dekan FKP Unesa, Prof. Dr. Nining Widyah Kusnanik, S.Pd., M.Appl.Sc., menambahkan bahwa teknologi yang digunakan mencakup GIS (Sistem Informasi Geografis) dan analisis geoinformatika. Hal ini bertujuan agar setiap kabupaten/kota di Jawa Timur memiliki gambaran apakah lahan mereka termasuk zona merah (sangat rentan), kuning (rentan), atau hijau (lebih aman) terhadap perubahan iklim ekstrem. Dari situ, kebijakan yang diimplementasikan bisa disesuaikan dengan kondisi lokal — bukan satu formula untuk seluruh wilayah.
Tim penelitian juga akan mengembangkan sebuah dashboard interaktif berbasis GIS yang dapat diakses oleh pemerintah daerah, akademisi, dan petani. Dashboard ini menampilkan peta kerentanan iklim, potensi penurunan produktivitas lahan, serta rekomendasi teknologi pertanian adaptif yang bisa langsung diterapkan. “Kami ingin riset tidak berhenti di jurnal, tetapi sampai ke petani dan pemangku kebijakan,” ungkap Dr. Umiyati.
Selain mitigasi, riset juga memfokuskan pada adaptasi — seperti pengembangan varietas tahan kekeringan atau banjir, penggunaan teknologi irigasi pintar, dan peningkatan kapasitas petani untuk merespons perubahan cepat. Dengan demikian, komoditas strategis seperti padi, jagung, tebu, dan kopi tidak hanya bertahan, tetapi juga produktif dan kompetitif.
Kolaborasi ini sangat strategis mengingat Jawa Timur memiliki peran sebagai “gerbang nusantara baru” dengan potensi agrikultur dan industri pangan yang signifikan. Dengan riset yang tepat dan regulasi yang mendukung, Jawa Timur diharapkan tidak hanya bisa mandiri pangan, tetapi juga menjadi contoh bagi provinsi lainnya. Kepala BRIDA menegaskan bahwa riset ini akan menjadi dasar rekomendasi kebijakan provinsi, terutama dalam pencapaian target ketahanan pangan.
Direktorat riset juga menekankan bahwa kemitraan kampus-pemerintah-daerah seperti ini menjadi model baru penyusunan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) yang lebih realistis dan efektif. Data spasial memungkinkan pemetaan yang sebelumnya sulit dilakukan — seperti menentukan lahan potensial, zona yang harus dilakukan revitalisasi atau konservasi, hingga kebutuhan teknologi yang spesifik per wilayah.
Meskipun optimisme tinggi, tantangan tidak sedikit. Salah satu adalah memastikan bahwa teknologi dan data yang dihasilkan benar-benar diterapkan di daerah pedesaan yang aksesnya terbatas. Petani kecil, di banyak kasus, masih bergantung pada praktik tradisional dan belum terbiasa menggunakan teknologi digital. Infrastruktur dan pelatihan petani menjadi kunci agar hasil riset tidak hanya menjadi laporan tetapi implementasi nyata.
Selain itu, sumber daya penelitian—dari segi dana, SDM, hingga waktu—harus dijamin keberlanjutannya. Kolaborasi antar institusi juga harus diatur agar tidak berhenti pada tahap MoA saja, tetapi ada tindak lanjut yang sistematis hingga evaluasi hasil di lapangan.
Dengan kerangka kerja yang jelas, kolaborasi FKP Unesa dan BRIDA Jatim ini memberi harapan baru bagi ketahanan pangan Jawa Timur. Petani dan pelaku agribisnis kini menanti agar rekomendasi dari riset tidak hanya menjadi wacana, tetapi kebijakan yang mengubah kondisi nyata — misalnya, petani tebu di Tuban mendapatkan varietas baru tahan banjir, atau petani kopi di Kabupaten Malang mampu memetakan lokasi tanam yang aman dari curah hujan ekstrem.
Lebih luas lagi, model riset berbasis data spasial ini dapat direplikasi ke seluruh Indonesia — agar kebijakan pangan nasional tidak dibuat secara top-down, tetapi berdasarkan data lokal yang spesifik. Guna dari kolaborasi ini adalah meningkatkan produktivitas komoditas strategis, menjaga kelangsungan usaha agrikultur dan memperkuat ekonomi daerah secara berkelanjutan.
Kolaborasi riset antara FKP Unesa dan BRIDA Jatim menandai langkah besar menuju tata kelola pangan yang adaptif dan inovatif di tengah perubahan iklim global. Melalui teknologi, data, dan kebijakan yang saling terkait, Jawa Timur semakin memperkuat fondasi ketahanannya—bukan hanya menghadapi masa depan, tetapi membentuknya.
Dengan komitmen yang telah ditunjukkan, harapannya adalah Jawa Timur bukan hanya bertahan dari guncangan iklim, tetapi memimpin perubahan menuju pertanian yang cerdas, tangguh, dan memberi manfaat nyata kepada masyarakat luas.










