Vonis Hukuman Mati untuk Kopda Bazarsah: Pengadilan Militer Tegaskan Keadilan Tegas

Vonis Hukuman Mati untuk Kopda Bazarsah: Pengadilan Militer Tegaskan Keadilan Tegas
Palembang, Agustus 2025 — Di sebuah ruang sidang yang dipenuhi aura tegang dan tatapan penuh waspada, Pengadilan Militer I-04 Palembang pada akhirnya menjatuhkan vonis paling berat yang bisa diberikan dalam hukum Indonesia: hukuman mati. Putusan itu dijatuhkan kepada Kopral Dua Basyarsyah, atau yang lebih dikenal publik dengan nama Kopda Bazarsah, seorang prajurit TNI AD yang terseret kasus pembunuhan tiga anggota kepolisian saat penggerebekan arena sabung ayam ilegal di Way Kanan, Lampung, pada 17 Maret 2025.
Namun, vonis ini bukan hanya soal hukuman mati. Majelis hakim juga memutuskan pemecatan tidak dengan hormat terhadap Bazarsah, menandai berakhirnya karier militernya dengan catatan hitam yang kelam. Putusan ini menjadi sorotan nasional, bukan hanya karena kasusnya yang brutal, tetapi juga karena ia melibatkan benturan langsung antara dua institusi penegak hukum negara: TNI dan Polri.
Kejadian bermula pada pagi hari yang tampak biasa bagi warga Way Kanan. Sebuah arena sabung ayam ilegal sedang ramai, dikelola oleh Bazarsah bersama atasannya, Peltu Yun Hery Lubis. Aktivitas itu, yang jelas dilarang oleh hukum, sudah lama menjadi rahasia umum di wilayah tersebut. Namun, pagi itu, rahasia itu terkuak ketika tim gabungan kepolisian datang melakukan penggerebekan.
Dalam hitungan detik, situasi berubah menjadi mencekam. Kopda Bazarsah yang berada di lokasi langsung mengambil senjata laras panjang rakitan—hasil modifikasi dari senapan SS1 dan FNC—dan menembak ke arah aparat kepolisian yang tengah menjalankan tugas. Tiga anggota Polri tewas di tempat:
- AKP Lusiyanto (Kapolsek Negara Batin)
- Ipda Petrus Apriyanto
- Bripda M. Ghalib Surya Ganta
Aksi itu menggegerkan publik. Bukan hanya karena jumlah korban yang jatuh, tetapi karena pelaku adalah seorang prajurit TNI yang seharusnya menjadi mitra aparat kepolisian dalam menjaga keamanan.
Majelis hakim yang dipimpin oleh perwira tinggi militer menyatakan bahwa tindakan Bazarsah telah memenuhi unsur tindak pidana berlapis. Ia dinyatakan bersalah atas:
- Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
- Kepemilikan senjata api ilegal (UU Darurat No. 12 Tahun 1951)
- Keterlibatan dalam perjudian ilegal (Pasal 303 KUHP jo Pasal 55 KUHP)
Hakim menegaskan, walaupun peristiwa ini mungkin bersifat spontan, tidak ada alasan pembenar maupun pemaaf yang dapat mengurangi beratnya hukuman. Tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga mencederai kehormatan militer dan merusak hubungan antara TNI dan Polri.
Saat vonis dibacakan, suasana ruang sidang pecah oleh isak tangis keluarga korban. Beberapa bahkan tampak terhuyung karena emosi yang tak terbendung. Di sisi lain, keluarga terdakwa menatap kosong, seolah masih sulit menerima kenyataan bahwa seorang anggota keluarga mereka akan menghadapi eksekusi mati.
Kuasa hukum Bazarsah langsung menyatakan niat untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Militer I Medan. Sesuai prosedur, upaya banding harus diajukan dalam waktu tujuh hari setelah putusan dibacakan.
Prof. Febrian, pakar hukum dari Universitas Sriwijaya, menilai bahwa putusan tersebut “sangat tepat dan proporsional”. Menurutnya, tindakan Bazarsah telah menghapus nyawa penegak hukum yang tengah menjalankan tugas negara, sebuah pelanggaran yang tidak bisa ditoleransi. Pemecatan secara tidak hormat, kata Prof. Febrian, merupakan langkah wajib untuk menjaga integritas TNI di mata publik.
Kasus Kopda Bazarsah meninggalkan pelajaran pahit bagi dunia penegakan hukum di Indonesia. Ia menjadi pengingat bahwa senjata di tangan aparat negara adalah amanah yang harus dijaga dengan disiplin tinggi, bukan digunakan untuk melindungi aktivitas ilegal.
Vonis mati ini, meski menuai perdebatan di kalangan pegiat hak asasi manusia, juga menjadi simbol komitmen negara dalam menindak tegas pelanggaran berat, bahkan jika pelakunya adalah bagian dari institusi yang seharusnya menegakkan hukum. Tidak ada kebal hukum, tidak ada perlindungan khusus—hukum ditegakkan sama rata.