YLBHI Minta Penghapusan Pasal Kewenangan TNI dalam RKUHAP, Kekhawatiran Pemusatan Kekuasaan Militer

0
51

SURABAYA|BERITA ADIKARA – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengusulkan untuk menghapus empat pasal dari draf revisi Rancangan Kitab Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Pasal-pasal ini memberikan kekuatan lebih besar kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Pasal yang dimaksud adalah Pasal 7 ayat (5), Pasal 20 ayat (2), Pasal 87 ayat (4), dan Pasal 92 ayat (4). Jika disahkan, pasal-pasal ini akan mengizinkan TNI untuk:

Melakukan tindakan seperti menangkap orang, menahan mereka, menyita barang, menggeledah tempat, dan menentukan siapa tersangka.

Usulan ini disampaikan YLBHI saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR di Jakarta, sebagai bagian dari proses pembuatan aturan baru ini.

Kekhawatiran YLBHI

YLBHI khawatir bahwa pasal-pasal ini bisa membawa kembali sistem lama dari zaman Orde Baru, yang disebut dwifungsi ABRI. Dulu, militer tidak hanya bertugas di bidang militer, tapi juga ikut campur dalam urusan sipil. Menurut YLBHI, jika TNI diberi kekuatan seperti ini lagi, sistem hukum yang ada sekarang bisa terganggu. Mereka juga takut TNI akan menyalahgunakan kekuasaan dan melanggar hak asasi manusia (HAM).

Selain itu, YLBHI menyoroti perubahan dalam daftar masalah pemerintah. Awalnya tertulis “TNI Laut” (Angkatan Laut), tapi diganti menjadi “Tentara Nasional Indonesia (TNI)” secara umum. YLBHI melihat ini sebagai langkah berbahaya karena memperluas kekuasaan TNI ke semua bagian, tidak hanya laut.

YLBHI Menyoroti Tentara Nasional Indonesia

Revisi RKUHAP adalah upaya pemerintah untuk memperbarui sistem hukum pidana di Indonesia agar lebih sesuai dengan kebutuhan zaman sekarang. Pemerintah bilang melibatkan TNI dalam penegakan hukum itu penting, terutama di daerah terpencil atau saat darurat, untuk menjaga keamanan.

Tapi, usulan ini menuai banyak kritik. Kelompok HAM dan ahli hukum memperingatkan bahwa memberi TNI kekuatan seperti ini bisa membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan. Mereka teringat masa lalu saat dwifungsi ABRI berlaku sampai akhir 1990-an, yang dianggap sebagai masa kelam.

Seorang ahli hukum dari Universitas Indonesia mengatakan, “Kalau TNI bisa menyelidiki kejahatan umum, ini bisa bikin bingung siapa yang berwenang. Batas antara tugas militer dan sipil jadi kabur, dan ini membahayakan prinsip bahwa sipil harus lebih berkuasa dalam demokrasi.”

Pendapat ini mendukung kekhawatiran YLBHI bahwa aturan ini bisa melemahkan sistem hukum yang mengutamakan kekuasaan sipil.

Juru bicara TNI menyatakan bahwa mereka siap membantu penegakan hukum jika dibutuhkan. Tapi, mereka minta aturan yang jelas supaya kekuasaan ini tidak disalahgunakan. “Kami tidak mau mengambil tugas polisi, tapi siap bantu dalam situasi tertentu,” katanya.

Sementara itu, Komisi III DPR berjanji akan mendengarkan pendapat dari berbagai pihak, termasuk YLBHI, dalam proses revisi ini. Mereka mengundang kelompok masyarakat, akademisi, dan pihak lain untuk memberikan masukan. Tujuannya, supaya aturan ini adil dan tidak merugikan rakyat. Keputusan akhir soal penghapusan pasal-pasal ini akan dibuat setelah diskusi panjang dan pertimbangan matang.

Leave a reply